Firman Hidup

Ketekunan (PDF) Versi PDF



Ketekunan



Dalam Yakobus 1:2-4 kita membaca:

Yakobus 1:2-4
“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”

Untuk menjadi sempurna dan utuh, kita membutuhkan buah yang sempurna yang dihasilkan dari ketekunan. Oleh karenanya, pada hari ini kita akan belajar lebih dalam tentang apa arti ketekunan dan betapa pentingnya ketekunan itu.

1. Ketekunan: Mengapa kita membutuhkannya?

Untuk memulainya, mari kita melihat Ibrani 12:1-2. Di sana kita membaca:

Ibrani 12:1-2
“Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.

Ada sebuah perlombaan yang diwajibkan bagi kita, dan kita harus melakukannya dengan tekun dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang dengan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia. Sesungguhnya bila kita merenungkan tentang ketekunan Kristus, Ia tidak pernah melakukan yang jahat kepada siapa pun. Sebaliknya, Ia menyembuhkan orang yang lumpuh, Ia membangkitkan orang mati, dan Ia selalu melakukan kehendak Allah. Namun, Ia dianiaya dan disiksa melebihi siapa pun, sampai pada puncaknya Ia disalibkan. Bukankah Kristus punya banyak alasan untuk marah dan berhenti oleh karena orang-orang yang Dia layani telah memperlakukan-Nya dengan begitu kejam? Sekalipun dapat, Ia tidak pernah melakukannya. Sebaliknya, DIA TEKUN MENANGGUNGNYA. Orang rela menanggung penderitaan apabila menganggap tujuan yang akan dicapai jauh lebih berharga dari penderitaan yang sekarang dialaminya. Inilah yang Yesus lakukan. Ia rela menanggung penderitaan dan hinaan, dengan mata yang tertuju pada tujuan, yaitu keselamatan kita yang hanya dimungkinkan melalui jalan penderitaan-Nya. Dialah teladan kita dalam hal ketekunan. Kepada Dialah mata kita tertuju tatkala kita berlomba dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita dengan memandang ketekunan-Nya sebagai teladan. Sebagaimana Paulus dalam 1 Korintus 9:24-25 katakan:

1 Korintus 9:24-25
“Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.”

Hadiah dari pertandingan kita bukan mahkota yang fana yang ditaruh di atas tubuh yang fana yang diberikan oleh tangan yang fana, melainkan mahkota yang KEKAL untuk tubuh rohani yang KEKAL, dan diberikan oleh TANGAN YANG KEKAL: yaitu tangan YESUS KRISTUS. Ibrani 12 meneruskan:

Ibrani 12:3
“Ingatlah selalu akan Dia, yang TEKUN MENANGGUNG bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.

Dan Ibrani 10:35-36
“Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya. Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu. "Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatangan-Nya. Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.”

Ada upah yang besar atas ketekunan dan kepercayaan kita. Yesus Kristus akan datang kembali dan dari antara kita, bila kita tidak mengundurkan diri, kita akan mewarisi kerajaan Allah! Terkadang kita berpikir bahwa di sinilah rumah permanen kita dan kita akan tinggal di sini selamanya. Namun, kewargaan kita sesungguhnya adalah di dalam sorga (Filipi 3:20). Kita adalah orang-orang yang dipanggil oleh Allah untuk mengenal Dia dan Anak-Nya, Tuhan Yesus Kristus, karena pengenalan akan yang lain selain Dia hanyalah sampah (Filipi 3:8). Dialah yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan (Ibrani 12:2). Tempat kediaman kita di sorga adalah rumah kita yang sesungguhnya dan yang kekal (2 Korintus 5:1). Inilah realitas yang sesungguhnya, seperti juga hadiah yang belum kita lihat sekarang, namun yang untuknya kita rela menanggung segala sesuatu demi memperolehnya, sama seperti peserta pertandingan yang belum melihat hadiahnya namun dengan tekun berlatih dan mempersiapkan dirinya dalam segala hal untuk memperolehnya.

2. Ketekunan yang pasif dan ketekunan yang berjuang

Karena kita sedang belajar tentang ketekunan, saya ingin kita memiliki kejelasan tentang ketekunan seperti apa yang kita bicarakan. Alasannya adalah karena ada dua jenis ketekunan: ketekunan yang pasif dan ketekunan yang berjuang. Ketekunan yang pasif sifatnya hanya menghabis-habiskan waktu, dan menunggu saja secara pasif hasil akhirnya. Contoh ketekunan seperti itu adalah ketekunan yang dimiliki orang-orang yang ditawan, para tahanan, atau secara umum mereka yang telah tertawan dalam situasi yang mereka terima begitu saja secara pasif.

Lawan dari ketekunan yang pasif adalah ketekunan yang berjuang, ketekunan seorang pejuang yang tujuannya adalah meraih kemenangan, yang rela menanggung semua kesukaran dan penderitaan yang mungkin harus ditanggungnya dalam sebuah pertandingan. Ia mungkin saja terluka namun ia rela menanggung segala sesuatu demi untuk mencapai misinya. Saya percaya inilah jenis ketekunan yang Allah bicarakan dalam Firman-Nya. Bukan ketekunan tanpa pengharapan atau ketekunan tanpa tujuan yang Allah ingin agar kita miliki, melainkan ketekunan seperti yang kita baca dalam Ibrani 12:1-2: Marilah kita “BERLOMBA dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan MATA YANG TERTUJU kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan.” Kita tekun, yaitu dengan cara kita BERLARI (tindakan) dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita, dengan MATA YANG TERTUJU (tindakan) kepada seseorang yaitu kepada Tuhan Yesus Kristus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan. Allah tidak menjadikan kita tawanan perang atau prajurit yang hanya berbaris dari waktu ke waktu, lalu kembali ke perkemahan. Ia membuat kita menjadi prajurit perang rohani, yang berjuang dengan gigih dalam sebuah pertempuran dahsyat “melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Efesus 6:12). Kita bukan sedang berpawai di wilayah yang aman, kita sedang berperang dalam sebuah peperangan yang nyata di wilayah musuh. Kita di sini bukan untuk memamerkan persenjataan kita, bukan pula untuk berbual bahwa kita punya persenjataan yang lengkap, tetapi kita di sini untuk MENGGUNAKAN dan MEMANFAATKAN segenap kekuatan dari persenjataan kita. Tentu saja, dalam sebuah peperangan, kita mungkin saja mengalami luka, kesukaran atau penderitaan. Tetapi, kenapa tidak? Haruskah kita takut akan semua itu? Apakah kita akan membiarkan Iblis menawan kita dalam penjara di bawah ancaman berbagai konsekuensi tersebut? Sejauh menyangkut Allah, yang harus kita lakukan adalah:

2 Timotius 2:3
Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus.

Prajurit yang baik rela menanggung penderitaan. Demi misinya, ia siap mengorbankan segala sesuatu. Seorang prajurit yang baik memiliki pikiran yang sama dengan pikiran Komandannya:

Filipi 2:5-11
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Prajurit yang baik memiliki pikiran dan perasaan yang sama dengan pikiran dan perasaan komandannya. Ia taat, bahkan bila perlu sampai mati sekalipun. Ia membuat dirinya tersedia bagi Tuhannya dan sekalipun ia harus mengalami penderitaan, ia rela menanggungnya dengan mata yang terus tertuju kepada-Nya.

Sebaliknya, ada prajurit yang takut mengalami penderitaan. Menghadapi kemungkinan itu, ia gemetar dan memilih untuk bersikap seperti pengecut dengan mundur dan masuk kembali ke dalam penjara. Penjaga penjara yang mengaum seperti singa (1 Petrus 5:8) membuatnya sangat ketakutan. Ia berhasil menipunya dengan membuatnya percaya bahwa kekuatan musuh atasnya jauh lebih besar, sehingga tersembunyilah baginya kebenaran yang mengatakan bahwa “Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1 Yohanes 4:4). Semoga prajurit seperti ini dapat melihat kebenaran ini. Semoga ia segera mematahkan belenggunya, meruntuhkan benteng-benteng dan segala siasat musuh (2 Korintus 10:4) yang menawannya dalam keamanan penjara yang palsu, lalu melangkah keluar dan masuk ke dalam pertempuran, sebagai seorang prajurit yang baik yang berperang tanpa takut, berperang bukan dengan ketekunan yang pasif tetapi dengan ketekunan yang berjuang.

3. Teladan ketekunan lainnya

 

3.1 Teladan ketekunan dari petani dan benihnya

Selain Yesus sebagai teladan, ada lebih banyak teladan ketekunan yang diberikan dalam Yakobus 5. Dimulai dari ayat ke-7 kita membaca:

Yakobus 5:7-8
“Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi. Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!”

Apakah petani melihat buah sebagai hasil pekerjaannya? Tidak, Namun, ia menanti-nantikannya. Dengan tekun ia mengerjakan tanahnya, agar kelak tanah itu menghasilkan sebanyak mungkin buah. Kita mengerti bahwa buah yang akan dihasilkan berhubungan erat dengan ketekunan dan kerja keras petani dalam mengerjakan tanahnya. Seandainya ada seorang petani ceroboh yang tidak mau mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan dengan tanahnya. Lalu, bandingkan petani malas ini dengan petani yang baik, yang dalam keadaan panas maupun dingin terus merawat kebunnya dengan melakukan semua pekerjaan yang dihindari oleh si petani pertama. Mengapa petani yang baik mau melakukan semua itu? Karena ia ingin memperoleh sesuatu yang belum bisa ia lihat pada saat itu, tetapi yang untuknya ia bekerja dengan tekun: ia ingin memperoleh buah. Kebunnyalah yang akan menghasilkan banyak buah, dan petani yang tekun inilah yang harus menjadi teladan bagi kita. Sebagaimana Allah katakan dalam perumpamaan tentang penabur:

Lukas 8:11-15
“Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah. Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad. Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”

Firman Allah telah ditaburkan ke dalam hati kita. Seperti petani yang belum dapat melihat buah dari kebunnya namun ia bekerja dengan tekun untuk memperolehnya, demikian pula kita, sebagai petani yang baik, kita harus menyimpan benih Firman itu dalam ketekunan di dalam hati kita. Dalam perumpamaan itu, benihnya selalu sama. Namun hanya ada satu petani yang tekun. Ia menanam dan memelihara benih itu di kebunnya (di hatinya) dan sebagai hasilnya, ia pun memperoleh buah yang banyak, sangat banyak, bahkan mencapai seratus kali lipat (Matius 13:9). Dan yang terpenting, ia memperoleh buah yang kekal, yang bertahan sampai selamanya.

3.2 Kasus Ayub

Teladan lain yang diberikan dalam Yakobus 5 adalah teladan kehidupan Ayub. Dalam ayat ke-11 kita membaca:

Yakobus 5:11
“Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.”

Kisah lengkap tentang Ayub dapat kita baca dalam kitab Ayub. Iblis diizinkan menguji Ayub dengan cara yang kejam. Sesungguhnya semua yang manusia anggap sebagai berkat, dirampas dari kehidupan Ayub. Anak-anaknya meninggal. Rumahnya hilang. Dia sendiri sakit parah, istrinya pun mencemooh serta memintanya mengutuki Allah lalu mati. Seakan-akan belum cukup, tiga sahabat Ayub yang sekalipun datang untuk menghiburnya, mereka pun mencoba meyakinkan Ayub bahwa semua yang terjadi adalah sebagai akibat dari kesalahan Ayub sendiri. Namun, Alkitab mengatakan bahwa Ayub tetap tekun. Seperti yang kita baca di bagian akhir kitab Ayub, setelah semua penderitaan dan kesukaran yang dialaminya, Ayub berhasil lulus dalam ujian imannya.

Mengikuti teladan Ayub, iman kita tidak boleh tergantung pada benda, pada apa yang kita miliki atau pada apa yang ingin kita miliki. Iman semacam itu adalah iman yang bersyarat. Sebaliknya, kita harus menyerahkan semua bagian hidup kita kepada Allah. Bagi Dia, “kita telah dipenuhi”(Kolose 2:10) saat ini. Apa masalah yang sekarang Anda hadapi? Apakah masalah kesehatan, kesepian, pekerjaan, atau berbagai masalah lainnya? Bagi Allah, Anda sekarang telah “dipenuhi di dalam Dia (Kristus)”. Sebelum Dia memberi Anda berkat-berkat yang lain, Ia menyatakan bahwa sesungguhnya Anda sudah DIPENUHI karena Anda percaya kepada Anak-Nya.

Bagi banyak orang, berkat yang dimiliki seseorang adalah ukuran dari imannya. Jadi, ketika ia kehilangan kesehatan atau hartanya, sangat sulit bagi kita untuk menolongnya. Kita yang berusaha menolongnya pun pada akhirnya menjadi seperti teman-teman Ayub yang bukannya menghibur malahan mengeluarkan kata-kata yang menghakimi. Tentunya tidak salah bila orang sangat diberkati dalam segala hal. Tetapi kepenuhan kita bukanlah bergantung pada seberapa banyak berkat materi yang kita miliki. Firman Allah berkata, “Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela” (Mazmur 84:11) dan Ia “telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia” (2 Petrus 1:3). Pada akhirnya, Allah memulihkan keadaan Ayub (Ayub 42:10). Bayangkan sukacita Ayub ketika ia disembuhkan, menerima dua kali lipat dari segala kepunyaannya, mendapatkan banyak anak lagi, dan lain sebagainya. Bayangkan sukacita Kristus ketika kita mengakui Dia sebagai Tuhan kita. Kristus menderita di kayu salib, Ayub kehilangan segalanya, tetapi keduanya tidak kehilangan ketekunan mereka sehingga pada akhirnya ketekunan mereka pun menghasilkan buah yang matang.

3.3 Teladan para nabi

Teladan lain dalam surat Yakobus adalah teladan para nabi. Dalam ayat 10 kita membaca:

Yakobus 5:10
“Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan.”

Terkadang, kita berpikir bahwa nabi-nabi dan para abdi Allah yang kita baca di Alkitab, adalah manusia super. Kita berpikir mereka dapat melakukan begitu banyak, sedangkan kita……….. Namun, bukan demikian kebenarannya. Para nabi di Perjanjian Lama adalah anak-anak Tuhan biasa sama seperti kita (Galatia 4:1-7). Bukankah mereka pun adalah orang-orang yang telah dilahirkan kembali dari benih yang tidak fana (1 Petrus 1:23)? Apakah Paulus dan Petrus atau tokoh-tokoh lain di Perjanjian Baru mempunyai sesuatu yang lebih dari kita? Roh Kudus yang dianugerahkan kepada mereka, dianugerahkan-Nya juga kepada kita. Janji bahwa kita akan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari yang Kristus lakukan tidak diberikan kepada orang-orang super pada zaman itu, tetapi kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus:

Yohanes 14:12
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa

Kembali ke subjek pembahasan kita, para nabi adalah teladan yang nyata dalam hal ketekunan dan penderitaan. Renungkanlah bagaimana para nabi seperti Yeremia, Yesaya, atau Elia, yang lebih memilih untuk menderita, berjuang, menanggung dengan tekun segala sesuatunya, dan menjadikan diri mereka sendiri sebagai bejana di tangan Allah daripada “bersantai”. Demikian pula Paulus dalam Perjanjian Baru. Berikut perkataan Paulus dirinya:

2 Timotius 3:10
“Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra. Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari padanya.”

Juga, 2 Korintus 6:4
“Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran …….”

Ada peperangan rohani yang melibatkan penderitaan dan kesukaran dan butuh ketekunan untuk kita dapat bertempur dalam peperangan tersebut. Mengenai hal ini Paulus di akhir pelayanannya berkata:

II Timotius 4:7-8
Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.”

Demikian pula Kristus dalam doa-Nya kepada Allah:

Yohanes 17:4
Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan PEKERJAAN yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.”

Kristus, Paulus, dan para nabi bukan kaum masochist yang menikmati penderitaan. Mereka adalah para pejuang, para prajurit rohani, yang siap menderita dan melakukan apa pun yang diperlukan demi untuk memenuhi misi mereka bagi pekerjaan pelayanan. Sebagaimana Paulus dan tokoh-tokoh lain pada zaman itu, kita pun pada zaman ini harus berperang dalam peperangan yang sama di bawah pimpinan komandan yang sama, yakni Tuhan Yesus Kristus. Biarlah kita berjalan seperti mereka. Biarlah kita juga berlomba dalam pertandingan yang diwajibkan bagi kita dan menyelesaikannya. Bukan pertandingan yang mudah, namun pasti yang terbaik dan dengan hasil akhir yang terbaik, yaitu Tuhan Yesus Kristus sendiri yang menantikan kita untuk menganugerahkan mahkota kebenaran sebagai upah atas ketekunan kita, sama seperti yang Ia lakukan kepada banyak orang lain, yang di sepanjang masa telah memilih untuk bertanding dalam pertandingan yang sama, dengan mengabaikan diri sendiri dan tekun menaati perintah Allah mereka.

4. Ketekunan: bagaimana dihasilkannya?

Setelah memahami betapa pentingnya ketekunan itu, kita akan belajar tentang hal apa yang dapat menghasilkan ketekunan. Dalam Roma 5:3-5, kita membaca:

Roma 5:3-5
“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”

Dan Yakobus 1:2-4
“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”

Sesungguhnya, siapa yang menyangka bahwa ketekunan yang sangat kita butuhkan untuk dapat melakukan kehendak Allah, untuk dapat berbuah, dan memenangkan pertandingan adalah hasil dari penderitaan dan ujian? Mungkin oleh karena alasan inilah kedua ayat di atas menasihatkan agar kita bermegah dalam kesengsaraan kita dan bersukacita dalam berbagai pencobaan!! Karena bila kita tetap setia, maka hal ini akan menghasilkan ketekunan, yang pada gilirannya akan menghasilkan tahan uji, pengharapan, dan buah yang sempurna! Oleh karena itu, bagi kita yang menderita oleh “karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia” (1 Petrus 4:19). Marilah kita menyerahkan diri kita kepada Dia, “Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan” (Roma 15:5), dan biarkanlah Dia memakai kita sesuai dengan kehendak-Nya. “Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya” (2 Timotius 2:4) demikian kata firman Tuhan, dan kita adalah prajurit Yesus Kristus. Oleh karena itu, marilah kita menyerahkan segala kekhawatiran kita, menyerahkan semua soal-soal penghidupan yang memusingkan kepada Allah. “Marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan (Ibrani 12:1-2).

Anastasios Kioulachoglou