Firman Hidup

Perlombaan, Perjuangan dan Peperangan (PDF) Versi PDF



Perlombaan, Perjuangan dan Peperangan

Dalam Ibrani 12:1-2 kita membaca:

Ibrani 12:1-2
“Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.”

Dalam perikop ini, kita dipanggil untuk berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita, dengan mata yang tertuju kepada Yesus yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan. Perikop ini menyajikan perjalanan Kekristenan kita, atau kehidupan kristiani kita sebagai sebuah perlombaan yang wajib kita ikuti:

1. dengan tekun, dan

2. dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan.

Di bagian lain, kali ini di Filipi, Paulus berbicara kembali tentang perlombaan. Di sana kita membaca:

Filipi 3:12-14
“Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.”

Paulus tidak menganggap dirinya telah memperoleh hadiah. Sebaliknya, ia melupakan apa yang di belakangnya dan mengarahkan diri kepada hadiah yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. Ada tujuan yang akan dicapai, ada hadiah yang akan diterima. Paulus tidak menganggap hadiah ini sudah diterimanya. Sebaliknya ia memfokuskan hidupnya untuk memperoleh hadiah itu. Paulus adalah orang yang berorientasi kepada tujuan dan tujuannya adalah panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.

Paulus kembali berbicara tentang perlombaan dan hadiah di dalam 1 Korintus 9:24-27. Di sana kita membaca:

1 Korintus 9:24-27
“Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.”

Paulus bertanding dengan tujuan memperoleh mahkota yang abadi. Hidupnya berorientasi kepada tujuan dan tujuannya adalah menerima mahkota yang abadi dari tangan Tuhan. Ia tidak akan mengizinkan apa pun merintangi tercapainya tujuan ini. Ia tidak berlari tanpa tujuan. Ia mengetahui apa tujuannya dan ia yakin bahwa ada hadiah yang telah menunggunya. Sebagaimana para atlet mendisiplin tubuh mereka dengan mengarahkan pikiran mereka kepada tujuan yaitu memenangkan pertandingan, demikian pula Paulus. Ia mendisiplin tubuhnya, dan menguasainya supaya ia sendiri jangan ditolak. Namun, pertandingan yang Paulus ikuti bukan diperuntukkan hanya bagi Paulus. Kita pun wajib mengikuti pertandingan yang sama. Mahkota yang sama, hadiah yang sama, menanti kita juga.

Selain dalam perikop dari 1 Korintus di atas, Paulus juga berbicara tentang hal ini di bagian yang lain. Salah satunya di dalam 1 Timotius, di mana Paulus memberikan arahannya kepada Timotius:

1 Timotius 6:12
Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi.”

Ada pertandingan yang baik ─ pertandingan iman yang benar ─ yang wajib kita ikuti. Selain itu, dalam suratnya kepada Galatia, Paulus menanyakan tentang keadaan iman mereka:

Galatia 5:7-10
Dahulu kamu berlomba dengan baik. Siapakah yang menghalang-halangi kamu, sehingga kamu tidak menuruti kebenaran lagi? Ajakan untuk tidak menurutinya lagi bukan datang dari Dia, yang memanggil kamu. Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan. Dalam Tuhan aku yakin tentang kamu, bahwa kamu tidak mempunyai pendirian lain dari pada pendirian ini. Tetapi barangsiapa yang mengacaukan kamu, ia akan menanggung hukumannya, siapapun juga dia.”

Dahulu mereka berlomba dengan baik tetapi tidak lagi sekarang. Seseorang telah menghalang-halangi mereka, mengacaukan mereka. Oleh karena itu, jelaslah bahwa di dalam perlombaan ini terdapat juga seorang lawan, seseorang yang tidak ingin kita berlomba dengan baik, bahkan jika mungkin, untuk kita tidak berlomba sama sekali.

Paulus berbicara kembali tentang pertandingan dan perlombaan ini dalam 2 Timotius 2:3-5:

2 Timotius 2:3-5
Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya. Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga.”

Perlombaan menjadi perjuangan dan perjuangan menjadi peperangan. Seorang atlet adalah juga seorang prajurit dan seorang prajurit adalah juga seorang pejuang. Dan, seorang pejuang yang baik harus belajar untuk menanggung penderitaan.

Sebagai kesimpulan dari pembahasan di atas, kita dapat memperoleh gambaran berikut tentang pelari yang baik dalam gelanggang pertandingan, atau prajurit yang baik:

Jadi, prajurit atau pelari yang baik adalah:

i) Orang yang berlomba dengan tekun. Sebagaimana dijelaskan oleh Barnes dalam ulasannya:

“Kata yang dituliskan “kesabaran” di sini lebih bermakna ketekunan. Kita berlomba tanpa mengizinkan diri kita dihalang-halangi oleh penghalang apa pun, dan tanpa pernah menyerah di tengah perjalanan. Dengan didorong oleh teladan banyak orang yang telah berlomba dalam perlombaan yang sama sebelum kita, kita harus bertekun sampai pada akhirnya, sama seperti yang mereka lakukan.”

ii) Orang yang berorientasi pada tujuan dan tujuannya bukanlah untuk membuat hidupnya di dunia ini senyaman mungkin, tetapi untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.

iii) Orang yang tidak berlari tanpa tujuan. Ia tidak memukul dengan sembarangan. Matanya terarah kepada tujuan, kepada hadiah, kepada mahkota yang abadi. Sebagaimana kembali dijelaskan oleh Barnes:

“Tidak melakukannya tanpa tujuan - (ουκ αδήλως ouk adelos). Kata ini tidak muncul di tempat lain di Perjanjian Baru. Arti kata itu, dalam the Classic Writers (Para Penulis Klasik), adalah “samar-samar”. Di sini kata itu berarti ia tidak berlari tanpa mengetahui apa objek yang ditujunya. “Aku tidak berlari secara sembarangan; aku tidak mengerahkan tenagaku untuk sesuatu yang kosong; Aku tahu apa tujuanku, dan aku mengarahkan pendanganku kepada objek yang aku tuju; pandangan mataku terarah kepada tujuan dan mahkota.”

iv) Orang yang mendisiplin dirinya sendiri dan menyadari bahwa ia sendiri pun bisa ditolak. Mengenai bahaya ini, Paulus memberitahukan kepada kita dalam 2 Korintus:

2 Korintus 13:5
Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji.”

Pelari yang baik menguji dirinya sendiri, menyelidiki dirinya sendiri untuk melihat apakah ia tetap tegak di dalam iman. Ia menguji dan mendisiplin dirinya.

iv) Lebih lanjut, prajurit yang baik tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya. Ia melakukan ini demi untuk menyenangkan orang yang telah memilihnya. Kita tidak dapat menjadi prajuritnya Yesus Kristus tetapi pada saat yang sama memusatkan seluruh hasrat dan perhatian kita pada usaha dan urusan kita sendiri. Ketika prajurit dipanggil untuk berperang, mereka harus meninggalkan bisnis, ladang, atau toko mereka lalu maju ke medan perang. Namun bukan berarti karena kita prajurit Yesus Kristus, kita harus meninggalkan pekerjaan kita. Paulus sendiri mencari nafkah dengan membuat tenda. Namun, kita tidak boleh “dipusingkan”, atau terlalu khusyuk dengan semua itu. Sebagaimana dikatakan dalam “Matthew Henry’s commentary of the whole Bible”:

“Keinginan terbesar seorang prajurit adalah menyenangkan komandannya; demikian pula keinginan terbesar dari seorang kristiani haruslah menyenangkan Kristus, untuk membuat dirinya sendiri berkenan kepada-Nya. Cara untuk menyenangkan Dia yang telah memilih kita menjadi prajurit adalah dengan tidak memusingkan diri kita sendiri dengan soal-soal penghidupan, tetapi membebaskan diri kita dari semua itu, yang hanya akan merintangi kita dalam mengikuti peperangan kudus kita.”

Dengan kata lain, tentu saja kita semua punya pekerjaan atau kewajiban yang perlu kita lakukan. TETAPI kita tidak boleh dipusingkan, diikat atau terlalu khusyuk dengan semua itu. Semua itu bukanlah tujuan kita ada di dunia ini. Tujuan kita ada di sini adalah untuk menyenangkan Komandan kita, untuk menjadi prajurit yang baik dari YESUS KRISTUS. Kita sedang berada di tengah medan pertempuran dan kita tidak boleh tenang-tenang saja seolah-olah kita tidak sedang berada di dalamnya!

Memperluas pembahasan ini, Tuhan Yesus Kristus mengatakan dalam perumpamaan tentang penabur bahwa kekhawatiran, tipu daya kekayaan dan kesenangan hidup ─ atau Paulus menyebutnya keterikatan dengan soal-soal penghidupan ─ dapat membuat Firman Allah tidak berbuah. Dalam perumpamaan ini banyak orang memulai dengan baik. Firman Allah ditaburkan dan bertunas di dalam hati banyak orang. Namun hanya kategori terakhir dari keempat kategori yang menghasilkan buah. Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah orang yang menyelesaikan perlombaan dengan menghasilkan buah tidak selalu sama dengan jumlah orang yang memulainya. Mari kita membaca arti dari perumpamaan yang Tuhan berikan ini:

Lukas 8:11-15
“Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah. Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad. Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan."

Kategori kedua dan ketiga memulai dengan baik tetapi mereka tidak menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu, memulai perlombaan bukanlah satu-satunya hal yang terpenting. Setelah kita memulai pertandingan, yang terpenting adalah kita terus berlari. Dan, satu-satunya cara agar kita dapat terus berlari adalah dengan bertekun, dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan; terus berjuang dengan tujuan untuk menyenangkan Komandan kita, tanpa dipusingkan oleh soal-soal penghidupan ini. Banyak orang salah mengerti bahwa menjadi seorang Kristen berarti memiliki tiket untuk masuk ke dalam kehidupan yang mudah, yang dipenuhi kesenangan. Kata “berkat” sering diartikan Allah akan memberikan apa pun yang menyenangkan hati kita. Dalam banyak kasus, orang-orang menjadikan kehidupan yang mudah sebagai tujuan hidup mereka. Kita harus memahami bahwa sama sekali bukan itu tujuan kita. Tujuan kita dalam kehidupan ini adalah melayani Tuhan Yesus Kristus, sedangkan memusingkan diri kita, memfokuskan diri kita pada soal-soal penghidupan dunia ini hanya akan menghasilkan satu hal, yakni membuat benih yang telah ditaburkan ke dalam hati kita tidak berbuah.

Tujuan kita dalam kehidupan ini bukanlah untuk memuaskan apa yang didefinisikan oleh masyarakat sebagai orang yang sukses. Seandainya Paulus dan Petrus dan orang-orang setia lainnya hidup pada zaman ini, mereka tidak akan terlalu dihargai oleh masyarakat. Paulus meninggalkan semua keuntungan lahiriah yang ia miliki, semua yang dianggap bernilai oleh masyarakat, agar ia dapat memperoleh Kristus. Sebagaimana dikatakannya dalam Filipi 3:4-11:

Filipi 3:4-11
“Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat. Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi arena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan. Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.”

Ada banyak hal yang telah Paulus capai sebelum ia menjadi seorang Kristen. Paulus adalah orang yang sangat dihormati di tengah masyarakat. Ia termasuk orang yang “sukses”, menurut definisi masyarakat atau dunia. Namun ia menganggap semua itu sampah dibandingkan dengan Kristus.

Agar dapat berbuah di dalam Kristus, kita harus menanggung penderitaan, kita harus menanggung pencobaan dan kita tidak boleh menaruh kepercayaan kita pada kekayaan atau kekuatan kita sendiri. Jika kita menjadi seorang kristiani hanya agar beban hidup kita lebih ringan atau agar hidup kita lebih mapan daripada sesama kita atau kita ingin menghindari kesulitan hidup, atau ingin memperoleh lebih banyak “berkat” maka kita telah salah mengerti. Sebagaimana Paulus katakan dalam 1 Korintus 15:19:

1 Korintus 15:19
“Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.”

Jika hanya dalam hidup ini saja kita menaruh pengharapan kepada Kristus, jika fokus pengharapan kita adalah hidup ini, maka kita adalah orang-orang paling malang dari segala manusia. Tujuan hidup kita adalah menyenangkan Dia yang telah memanggil kita: menyenangkan Tuhan Yesus Kristus. Dialah Komandan kita, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan dan kita hanya dapat menyelesaikan perlombaan jika kita melakukannya dengan tekun, dengan mata yang tertuju KEPADA DIA.

Yesus Kristus tidak menjanjikan kehidupan yang “memiliki segalanya”. Dia mengundang kita untuk memikul salib (Markus 8:34). Memang Dia menjanjikan berkat, tetapi Dia juga berbicara mengenai penderitaan. Ada hadiah tetapi ada juga perlombaan. Ada mahkota tetapi ada juga perjuangan. Dan saat melakukannya kita butuh ketekunan dan fokus yang benar. Jauh lebih mudah berlari menuruni bukit dibandingkan berlari menaikinya. Berlari turun hanya membutuhkan sedikit sekali orientasi kepada tujuan: kaki sendiri yang akan menggerakkan kita. Tetapi berlari naik membutuhkan ketekunan dan perhatian yang difokuskan pada tujuan. Tanpa ini, mungkin setelah merasa sedikit kelelahan, kita pun akan meninggalkan gelanggang perlombaan, lalu duduk di pinggir jalan dan menghabiskan hidup kita di sana. Tiga kategori terahir dari perumpamaan tentang penabur, memulai dengan baik, tetapi hanya kategori terakhir yang memilih untuk terus berlari menaiki bukit. Mereka adalah benih “yang jatuh di tanah yang baik….. orang yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan” (Lukas 8:15). Mereka menghasilkan buah dalam ketekunan setelah mereka mendengarkan Firman dan menyimpannya dalam hati yang baik. Jadikanlah hadiah berupa panggilan dari Allah dalam Kristus Yesus sebagai tujuan hidup kita. Jadikanlah menyenangkan hati Allah dan menjadi prajurit Yesus Kristus yang baik sebagai tujuan hidup kita, apa pun risikonya. Kita telah mengecap dan melihat bahwa Allah itu baik. Oleh karena itu arahkanlah fokus hidup kita kepada-Nya.

Perlombaan: Lawan Kita

Sebagaimana telah kita pahami sejauh ini, kehidupan kristiani adalah sebuah perjuangan. Kitab Galatia juga mengatakan bahwa dahulu mereka berlomba dengan baik tetapi seseorang telah menghalang-halangi mereka selama perlombaan. Selain itu, kita juga telah mengerti bahwa pencobaan, tipu daya kekayaan, kekhawatiran dan kesenangan hidup telah membuat orang-orang yang termasuk kategori ketiga dalam perumpamaan tentang penabur gagal berbuah. Kita juga dapat melihat dalam perumpamaan yang sama bahwa kategori yang pertama kehilangan benih Firman Tuhan karena Iblis datang dan mencurinya. Dari semua itu jelaslah bahwa perlombaan itu bukan perlombaan yang kita lakukan sendirian. Ada lawan dalam perlombaan ini. Ada seseorang yang tidak ingin kita berhasil menyelesaikan perlombaan. Ia menentang tercapainya tujuan kita dan ingin agar kita berhenti mencapai tujuan itu. Dengan kata lain, kita punya seorang musuh!

Efesus 6 berbicara tentang perjuangan kita melawan musuh ini:

Efesus 6:10-12
“Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.”

Perikop ini, juga ayat-ayat berikutnya, menggambarkan pergumulan antara kita dengan musuh kita. Paulus tidak langsung memulainya dengan deskripsi mengenai pergumulan tersebut. Sebaliknya, ia memulainya dengan sebuah undangan: undangan untuk kita kuat di dalam Tuhan dan di dalam kekuatan kuasa-Nya. Tidak ada seorang pun yang seperti Tuhan. Bukan kekuatan kita yang dapat mengalahkan musuh. Kekuatan kuasa-Nyalah yang telah mengalahkan musuh dan kita harus kuat di dalam kekuatan ini. Undangan selanjutnya adalah untuk kita mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah. Petarung selalu memiliki perlengkapan senjata dan kita pun sebagai prajuritnya Yesus Kristus, memiliki perlengkapan senjata. Perlengkapan senjata itu memiliki satu tujuan, yaitu agar kita dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis. Musuh kita adalah si Iblis dan dia penuh tipu muslihat. Selanjutnya ayat-ayat di atas menyebutkan siapa yang kita lawan: bukan melawan manusia, bukan melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Dengan demikian, ada musuh yang harus kita lawan, ada perjuangan yang harus kita lakukan dan ada perlengkapan senjata yang harus kita kenakan.

Ayat 14-18 menggambarkan perlengkapan senjata ini:

Efesus 6:14-18
“Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus”

Allah telah memberikan perlengkapan senjata ini kepada kita dan kita perlu menggunakan serta memakainya, supaya kita dapat melawan musuh. Deskripsi dan instruksi lebih lanjut mengenai lawan kita dalam perlombaan diberikan juga dalam 1 Petrus 5:8-11. Di sana kita membaca:

1 Petrus 5:8-11
“Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

Iblis adalah lawan kita, musuh kita. Ia berjalan keliling dan tujuannya sangat jahat: ia ingin menelan kita. Itulah mengapa Firman Tuhan menasihati kita agar kita sadar dan berjaga-jaga. Sebagaimana penjelasan mengenai dua kata ini dalam ulasan Alkitab yang dituliskan oleh Matthew Henry:

“Tugas kita (orang-orang kristiani) adalah 1. Untuk sadar, dan untuk mengatur manusia batiniah dan lahiriah kita dengan aturan kesederhanaan, kerendahan hati, dan penguasaan diri. 2. Untuk berjaga-jaga; tidak bersikap tenang-tenang saja atau ceroboh, tetapi senantiasa waspada akan bahaya terus menerus yang mengancam dari musuh spiritual ini dan dengan menyadari bahaya ini, kita harus berjaga-jaga dan bertekun supaya dapat melawan rancangan-rancangan musuh dan menyelamatkan jiwa kita.”

Kita harus memfokuskan perhatian kita pada tujuan yang benar. Meskipun kita harus berjaga-jaga dan waspada, fokus perhatian kita bukanlah kepada si Iblis melainkan kepada Tuhan Yesus Kristus. Kita harus berlomba dengan mata yang tertuju kepada Dia, dan pada saat yang sama kita juga harus sadar dan berjaga-jaga terhadap musuh. Kita harus melawan musuh dan bertekun dalam iman. Ini mungkin berarti kita harus menderita seketika lamanya. Dari semua ini dan juga dari perikop yang kita baca dalam Timotius, jelaslah bahwa di dalam kehidupan kristiani memang ada penderitaan. Di dalam kehidupan kristiani memang ada perjuangan dan sangat dibutuhkan ketekunan. Artinya di dalam perjalanan hidup kita sebagai orang Kristen terkadang kita akan mengalami penderitaan. Mengapa saya mengatakan semua ini? Saya mengatakan ini terutama bagi mereka di antara kita yang karena beberapa sebab merasa berkecil hati dalam kehidupan kristiani mereka, bagi mereka yang menderita dan bagi mereka yang belum menerima apa yang mereka harapkan dari Allah. Anda sedang berada di tengah medan pertempuran tetapi Allah akan MENYERTAI ANDA. Sebagaimana Petrus katakan, “jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu” (1 Petrus 4:16). Sebagaimana juga dikatakan oleh Yakobus “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan” (Yakobus 1:12). Pada hari ini saya ingin mendorong Anda untuk bertahan dalam pencobaan. Bukan berarti kita berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa! Perasaan kita mungkin terluka, berbagai pertanyaan mungkin muncul di pikiran kita dan kita pun bertanya-tanya dalam hati mengapa Allah mengizinkan semua ini. Kita harus menyatakan perasaan kita secara terbuka kepada Allah. Kita perlu menanyakan semua pertanyaan kita kepada-Nya serta memberitahu Dia bagaimana perasaan kita. Kita tidak diminta untuk memperlakukan semua itu tak tersentuh lalu terus melangkah, sementara hati kita dipenuhi luka dan kekecewaan. Ayub adalah orang yang hidup benar di hadapan Allah namun malapetaka dan kehancuran tiba-tiba menimpanya. Kesehatannya memburuk dengan cepat sekali. Anak-anaknya meninggal. Ia kehilangan semua harta bendanya dan isterinya pun menegurnya karena ia mempertahankan imannya. Puncaknya, para sahabatnya menyalahkan dia atas apa yang telah terjadi kepadanya. Adakah kombinasi yang lebih buruk dari itu? Ayub merasa ingin mati saja dan jika saya berada dalam situasi yang sama, saya pun pasti ingin mati. Namun, bagaimana Ayub bereaksi menghadapi semua ini? Ia tidak berpura-pura kuat dan ia juga tidak mau mengutuk Allah, seperti yang dianjurkan isterinya. Sebaliknya ia berteriak mencurahkan semua kesedihannya kepada Tuhan, membukakan seluruh isi hatinya kepada-Nya, dan pada saat yang sama bertanya kepada-Nya. Kitab Ayub adalah kitab yang penuh dengan ‘mengapa’ dan berbagai pertanyaan yang ditujukan langsung kepada Allah. Mungkin Anda pun telah banyak menderita dan ada banyak pertanyaan ‘mengapa’ dalam benak Anda. Mungkin hal-hal yang Anda harapkan belum juga terjadi. Tidak banyak hal yang lebih menyedihkan daripada pengharapan yang tidak terpenuhi. Berharap Allah akan melakukannya namun Dia tidak melakukannya. Mungkin pekerjaan yang belum juga Anda dapatkan, teman hidup yang belum datang-datang juga, kesehatan yang tidak membaik; pengharapan yang tidak terpenuhi. Apa pun itu, itu adalah ujian. Apa pun itu, JANGAN menutup hati Anda. Apa pun itu, bicarakanlah dengan Tuhan. Bertanyalah kepada-Nya, berserulah kepada-Nya, berkomunikasilah dengan-Nya. Di tengah semua penderitaannya Ayub tidak mau mengutuki Allah seperti yang dianjurkan isterinya. Sebagaimana dikatakan olehnya “Lihatlah, Ia hendak membunuh aku, tak ada harapan bagiku, namun aku hendak membela peri lakuku di hadapan-Nya” (Ayub 13:15). Di tengah semua penderitaannya dan di tengah semua perdebatannya dengan Allah, Ayub tetap setia. Ada dua pilihan apakah kita mau bertanya kepada Allah di dalam persekutuan kita dengan-Nya ataukah kita mau mengabaikan Dia. Ayub dipenuhi penderitaan namun ia tetap bertahan dalam ujian itu. Isterinya─saya tidak tahu apakah sebelumnya ia seorang beriman atau bukan─juga dipenuhi penderitaan namun ia tidak bertahan. Mungkin ketika hari-hari berjalan dengan baik, ia menaruh pengharapannya kepada Allah, tetapi ketika terjadi penderitaan, ia pun mundur….sama seperti kategori kedua dalam perumpamaan tentang penabur. Sebaliknya, Ayub berkata: “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10). Ayub dalam keadaan siap dan kita pun harus berada dalam keadaan yang sama. Kita harus selalu siap dan apa pun risikonya, apa pun penderitaan yang harus kita tanggung, apa pun pengharapan kita yang tidak terpenuhi, atau apa pun juga, kita harus mengambil keputusan untuk tetap setia sampai pada akhirnya. Bukan setia kepada sebuah gagasan….melainkan setia kepada Allah yang telah menyatakan Diri-Nya kepada kita. Ambillah keputusan untuk terus berlomba sampai garis akhir, apa pun risikonya, dan berlombalah dengan tekun dengan mata yang tertuju kepada Yesus yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan! Sebagaimana dikatakan oleh Petrus:

“Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

Tuhan memberkatimu

Anastasios Kioulachoglou