Firman Hidup

Pemberian dalam Perjanjian Baru – 2 Korintus 8 dan 9 (PDF) Versi PDF



Pemberian dalam Perjanjian Baru – 2 Korintus 8



Seperti yang saya katakan sebelumnya, persepuluhan adalah sebuah istilah yang hampir tidak dikenal di dalam Perjanjian Baru. Saya perlu menjelaskan di sini bahwa yang saya maksud dengan Perjanjian Baru adalah perjanjian yang berlaku setelah pengorbanan Tuhan kita Yesus Kristus. Segala sesuatu sebelum itu adalah bagian dari Perjanjian Lama dan ditujukan kepada orang-orang Yahudi. Segala sesuatu sesudah itu adalah bagian dari Perjanjian Baru yang ditujukan kepada orang-orang kristiani, kepada orang-orang yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati (Roma 10:9). Memang Perjanjian Lama berbicara banyak tentang persepuluhan (kata ini dipergunakan sebanyak 36 kali di sana), tetapi itu bukan Perjanjian yang Baru. Sebaliknya, Perjanjian Baru berbicara banyak tentang pemberian. Untuk melihat apa yang Firman Allah katakan bagi kita—orang-orang yang hidup di bawah Perjanjian Baru, di bawah kasih karunia-Nya—kita akan memulai dari 2 Korintus 8-9. Inilah kedua pasal yang berhubungan langsung dengan topik ini serta mengandung banyak informasi mengenainya. Ada juga beberapa ayat lain di dalam Perjanjian Baru yang berbicara tentang topik ini (kita akan melihatnya nanti), namun tidak ada yang memberi informasi sebanyak yang tertulis dalam kedua pasal ini. Kita akan mencerna informasi ini dengan cara: membaca bagian-bagian dari kedua pasal ini, kemudian menyelidikinya dan belajar apa yang Alkitab katakan kepada kita mengenai pemberian.

2 Korintus 8:1-4: Apa yang mereka beri, bagaimana dan untuk tujuan apa?

 

Memulai studi kita dari 2 Korintus 8:1-4, kita membaca:

“Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus.

Ayat-ayat ini berbicara tentang orang-orang percaya, orang-orang yang membentuk jemaat-jemaat di Makedonia. Di sini Paulus menjelaskan tentang bagaimana mereka memberi dan saya telah mencatat beberapa hal penting di bawah ini, meskipun selain itu, masih banyak hal lain yang dapat dipelajari dari bagian Firman Tuhan ini:

1. Apa yang mereka beri adalah pemberian yang mereka sebut KASIH KARUNIA. Kata Yunani yang diterjemahkan “kasih karunia” di sini adalah kata “charis” yang artinya “kasih karunia,” dan diterjemahkan demikian dalam bahasa Indonesia. Jadi, pelayanan yang diberikan kepada orang-orang kudus di zaman anugerah tidak disebut “persepuluhan” melainkan “kasih karunia”. Pemberian berupa persepuluhan adalah milik zaman hukum Taurat. Pada zaman anugerah ini, yang kita berikan bukan persepuluhan melainkan “pemberian berupa kasih karunia”.

2. “Dengan kerelaan sendiri”. Kita perlu melihat juga bagaimana bagian ini dituliskan dalam bahasa Yunani. Di sana, kata yang digunakan adalah “authairetos”. Kamus Vine menjelaskan kata ini sebagai berikut:

“authairetos terdiri dari kata autos, diri, dan haireomai, memilih, dipilih sendiri, sukarela, keinginan sendiri, yang terdapat dalam 2 Kor 8:3 dan 17, yaitu tentang jemaat-jemaat di Makedonia yang memberikan sumbangan mereka kepada orang-orang kudus yang miskin dan tentang Titus yang dengan kerelaan sendiri pergi dan mendorong jemaat di Korintus tentang hal ini”. (Vine’s expository dictionary of New Testament words, Mac Donald Publishing company, p.25. Penekanan ditambahkan.)

Orang-orang di Makedonia TIDAK dipaksa untuk memberi. Apa yang mereka beri diberikan secara sukarela. Sekali lagi, ada perbedaan yang sangat besar dengan persepuluhan. Persepuluhan itu diwajibkan dalam Perjanjian Lama. Sedangkan di sini kita bukan berbicara tentang kewajiban. Kita bukan berbicara tentang persepuluhan tetapi tentang sesuatu yang sama sekali berbeda. Kita berbicara tentang sumbangan sukarela yang diberikan dengan rela hati atas keinginan sendiri kepada orang-orang kudus. Sebagai kontras, pada zaman sekarang, kita justru sering mendengar orang-orang berkhotbah tentang persepuluhan. Bila orang-orang belum membayar persepuluhan mereka, itu artinya mereka BERHUTANG kepada Tuhan dan gereja. Bila mereka tidak membayar, itu artinya mereka menipu Tuhan. Dengan cara ini orang-orang dipaksa, oleh karena perasaan bersalah, untuk melakukan apa yang dikatakan pembicara. Ini sama sekali bukan pemberian sukarela yang Paulus maksudkan.

3. “pelayanan kepada orang-orang kudus”. Jadi, untuk apa sumbangan ini? Sumbangan ini adalah untuk membantu orang-orang kudus. Paulus mengatakan lebih banyak tentang “pelayanan kasih” ini di dalam Roma 15:25-26:

“Tetapi sekarang aku sedang dalam perjalanan ke Yerusalem untuk mengantarkan bantuan kepada orang-orang kudus. Sebab Makedonia dan Akhaya telah mengambil keputusan untuk menyumbangkan sesuatu kepada orang-orang miskin di antara orang-orang kudus di Yerusalem.”

Ini adalah kunjungan terakhir Paulus ke Yerusalem. Di sana, ia pernah dipenjarakan. Paulus mengatakan apa tujuan perjalanan ini dalam Kisah Para Rasul 24:17: “Dan setelah beberapa tahun lamanya aku datang kembali ke Yerusalem untuk membawa pemberian bagi bangsaku dan untuk mempersembahkan persembahan-persembahan”. Seperti yang kita lihat di atas, pelayanan kepada orang-orang kudus, kasih karunia yang diberikan oleh jemaat-jemaat di Makedonia dan Akhaya (Korintus) secara sukarela adalah berupa bantuan untuk “orang-orang miskin di antara orang-orang kudus di Yerusalem.” Uangnya diberikan kepada saudara-saudari seiman yang miskin. Para anggota jemaat yang miskin inilah yang menjadi target penerima bantuan. Pelayanan kepada orang-orang kudus yang miskin mendapat banyak perhatian di dalam Alkitab. Yakobus, Yohanes dan Petrus berkata kepada Paulus:

Galatia 2:9-10
“Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat; hanya kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya.”

Yakobus, Petrus, dan Yohanes mengatakan satu hal kepada Paulus yaitu agar Paulus “tetap mengingat orang-orang miskin”! Dan Paulus melakukannya. Sekarang ini, orang-orang memberikan persepuluhan mereka ke gereja yang mereka hadiri setiap Minggu, dan kebanyakan dananya dipergunakan untuk biaya administrasi dengan hanya seporsi kecil (kalau masih ada) tersisa untuk orang-orang miskin. Sedangkan di jemaat Perjanjian Baru, yang terjadi adalah sebaliknya: orang-orang tidak memberikan secara terpaksa—karena rasa bersalah—tetapi mereka memberi dengan rela hati, dan sekalipun ada juga tujuan-tujuan lain dari memberi (sebagaimana yang akan kita lihat nanti), memberi kepada orang-orang kudus yang miskin mungkin merupakan tujuan yang paling penting.

2 Korintus 8:5-8: Nasihat untuk memberi: Bagaimana Paulus melakukannya?

2 Korintus 8:5-8
“Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami. Sebab itu kami mendesak kepada Titus, supaya ia mengunjungi kamu dan menyelesaikan pelayanan kasih itu sebagaimana ia telah memulainya. Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, --dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami--demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini. Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu.”

Paulus menasihati orang-orang percaya untuk memberi dengan berkelimpahan. “Demikianlah hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini”, kata Paulus kepada mereka. Namun, perhatikanlah betapa lembut cara Paulus menasihati. Perhatikan apa yang ia katakan dalam kalimat selanjutnya: “Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah”. Di seluruh Perjanjian Baru, Anda tidak akan menemukan bahasa yang terkesan memaksa mengenai pemberian atau “persepuluhan” seperti yang Anda dengar di gereja-gereja zaman sekarang. Anda tidak akan menemukan baik Kristus, Paulus, Petrus, Yohanes atau siapa pun mengutip kitab Maleakhi dan ayat-ayat lain dari Perjanjian Lama untuk mendesak kita membayar “persepuluhan”, atau bila lalai kita akan dikutuk (itulah yang tersirat dari beberapa khotbah yang modern tentang persepuluhan). Paulus tidak melakukan hal ini. Ia dengan lemah lembut menasihati jemaat di Korintus untuk menjadi kaya dalam pelayanan kasih ini, sehingga jelaslah bahwa ia sama sekali tidak sedang memberi sebuah perintah. Ia tidak memerintahkan mereka tetapi menasihati mereka untuk melakukannya. Ia tidak punya anggaran untuk memenuhi kebutuhan orang-orang kudus yang miskin. Ia tidak mendapat sejumlah dana yang ditentukan dari pusat dan akibatnya ia harus mendatangi orang-orang untuk menekan dan membujuk mereka memenuhi jumlah tersebut. Apa yang Paulus lakukan adalah menyatakan kebenaran. Sebagaimana yang ia katakan: “dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu”. Bukan kata-kata yang kosong tetapi dukungan yang nyata.

2 Korintus 8:10-14: Memberi dengan kerelaan, berdasarkan apa yang ada padamu

2 Korintus 8:10-11
“Memang sudah sejak tahun yang lalu kamu mulai melaksanakannya dan mengambil keputusan untuk menyelesaikannya juga. Maka sekarang, selesaikan jugalah pelaksanaannya itu! Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu, dan lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu.

Ayat-ayat ini berbicara tentang kemauan dalam memberi serta realisasi dari kemauan itu. Bagian pertama dari ayat-ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya bukan hanya untuk memberi tetapi juga memiliki KEMAUAN UNTUK MEMBERI. Yang Allah inginkan dari umat-Nya adalah kemauan plus realisasi dari kemauan ini. Hanya salah satu darinya tidak akan bekerja dengan baik. Allah tidak ingin Anda mempunyai kemauan untuk memberi namun tidak pernah bertindak sesuai dengan kemauan itu! Hanya berkata, “tentu luar biasa memberi sumbangan bagi pelayanan orang-orang kudus” namun tidak pernah merealisasikannya, padahal Anda punya sarananya. Ini adalah sebuah bentuk kemunafikan. Demikian sebaliknya, Allah tidak ingin Anda memberi tanpa hati Anda memiliki kemauan untuk melakukannya, hanya karena Anda diperintahkan, atau karena dipaksa oleh orang lain. Camkan ini selalu dalam benak Anda. Dalam memberi, kemauan dan tindakan untuk merealisasikan kemauan ini sangatlah penting! Motivasi untuk memberi haruslah kemauan dari hati Anda. Filipi 2:13 berkata kepada kita:

“karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya”.

Allahlah yang mengerjakan di dalam kita, agar kita memiliki kemauan, agar kita memiliki keinginan, dan kemudian melaksanakan apa yang menyenangkan hati-Nya. Sekali lagi, seperti yang telah kita pelajari, cara Allah bekerja adalah dengan meletakkan kemauan di dalam hati kita. Inilah motivator yang utama. Pemaksaan dan rasa bersalah adalah motivator yang salah dan tidak valid. Kita akan belajar lebih banyak tentang hal ini.

Selanjutnya dalam 2 Korintus:

2 Korintus 8:11-15
“Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu, dan lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu. Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu. Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis: "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan."

Ada begitu banyak kebenaran dalam ayat-ayat ini yang seharusnya dikhotbahkan lebih sering, jauh lebih sering dari topik persepuluhan dari Perjanjian Lama. Kepada jemaat-jemaat di Korintus, Paulus berbicara tentang memberi, dengan mengatakan bahwa mereka harus memberi “berdasarkan apa yang ada pada mereka”! Seandainya persepuluhan itu valid dalam Perjanjian Baru—yang tentunya tidak—Paulus tentu akan berkata: “Berikanlah 10 dari penghasilanmu. Titik.” Tetapi, apakah ia berkata seperti itu? Anda mungkin mendengar perkataan seperti itu dikhotbahkan dari balik mimbar (baik secara eksplisit maupun implisit) namun Anda tidak akan mendengarnya dari Firman Allah! Dan tebaklah perkataan siapa yang seringkali lebih diperhitungkan?! “Berdasarkan apa yang ada padamu” berarti “menurut apa yang ada padamu” dan agar tidak ada kesalahmengertian, Paulus semakin memperjelas pernyataan ini dengan menambahkan: “bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu”! Sekarang ini, beberapa gereja menekankan (baik secara halus maupun tegas) kepada anggota jemaatnya untuk membayar persepuluhan (yaitu 10% dari penghasilan mereka) ke dalam anggaran gereja. Terlepas dari fakta bahwa anjuran seperti itu salah, mereka bahkan tidak memberi pengecualian dalam hal itu. Keluarga miskin yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari pun diharapkan juga untuk mengambil 10% dari upah mereka dan memberikannya ke gereja. Mereka diajarkan bahwa Allah akan memberkati mereka lebih lagi apabila mereka melakukannya. Perjanjian Baru tidak mengenal pemberian semacam itu. Menurut Firman Allah, apa pun yang diberikan harus berdasarkan pada apa yang ada pada orang itu. Kita tidak boleh mengambil dari satu keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga lain, apa lagi untuk memenuhi kebutuhan organisasi gereja (membayar tagihan, gaji staf, dll). Inilah yang Firman Allah katakan. Bila Anda tidak punya, Anda tidak dapat memberi! Sebagaimana yang Paulus katakan kepada Timotius:

I Timotius 5:7-8
“Peringatkanlah hal-hal ini juga kepada janda-janda itu agar mereka hidup dengan tidak bercela. Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman.”

Pertama-tama, kita diharapkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sanak saudara kita, yaitu mereka yang bergantung kepada kita. Firman Allah berkata bahwa siapa pun yang tidak melakukannya, orang itu lebih buruk dari orang yang tidak beriman. Setelah kebutuhan-kebutuhan itu terpenuhi, kita pun dapat memikirkan tentang kebutuhan di luar keluarga kita. Pemberian yang akan kita berikan itu haruslah berdasarkan apa yang ada pada kita, setelah kebutuhan keluarga kita terpenuhi. Sebagaimana yang Paulus jelaskan dalam ayat-ayat 2 Korintus di atas:

Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan.”

Paulus tidak bermaksud menolong orang-orang miskin di Yerusalem dengan membuat jemaat-jemaat di Korintus menjadi miskin! Ia sama sekali tidak punya pikiran untuk membebani yang satu demi untuk meringankan yang lain! Mereka membantu dari kelebihan mereka. Kelebihan mereka inilah yang akan mencukupkan kekurangan orang-orang kudus yang miskin di Yerusalem sekarang ini, sehingga kelebihan mereka (orang-orang kudus yang sekarang ini miskin) akan mencukupkan kekurangan jemaat di Korintus di kemudian hari.

Kita telah belajar sebelumnya bahwa pemberian itu sendiri tidaklah cukup. Harus ada kemauan untuk memberikannya. Pemberian tidak diberikan karena diperintahkan! Dan Paulus mengulanginya dengan berkata: “Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu.” Kerelaan, kemauan, adalah prasyarat sebuah pemberian. Jika (pertama) kamu rela untuk memberi, maka (kedua) pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.”

Sebagai kesimpulan: agar pemberian diterima, kerelaan adalah prasyaratnya. Harus ada kerelaan, kemauan, keinginan untuk memberi. Dan berdasarkan kemauan inilah seseorang memberi. Kita seharusnya memberi bukan berdasarkan apa yang tidak ada pada kita, melainkan berdasarkan apa yang ada pada kita. Keseimbangan tidak dicapai dengan memberi dari kekurangan kita, tetapi memberi dari kelebihan kita, untuk mencukupkan kekurangan yang lain. Kelebihan kita akan berkurang bahkan mungkin hilang tetapi kekurangan orang lain akan berkurang bahkan mungkin hilang juga! Itulah pemberian menurut Perjanjian Baru.

2 Korintus 8:16-21: Transparansi dalam administrasi pemberian

 

Selanjutnya dalam 2 Korintus 8:

“Syukur kepada Allah, yang oleh karena kamu mengaruniakan kesungguhan yang demikian juga dalam hati Titus untuk membantu kamu. Memang ia menyambut anjuran kami, tetapi dalam kesungguhannya yang besar itu ia dengan sukarela pergi kepada kamu. Bersama-sama dengan dia kami mengutus saudara kita, yang terpuji di semua jemaat karena pekerjaannya dalam pemberitaan Injil. Dan bukan itu saja! Ia juga telah ditunjuk oleh jemaat-jemaat untuk menemani kami dalam pelayanan kasih ini, yang kami lakukan untuk kemuliaan Tuhan dan sebagai bukti kerelaan kami. Sebab kami hendak menghindarkan hal ini: bahwa ada orang yang dapat mencela kami dalam hal pelayanan kasih yang kami lakukan dan yang hasilnya sebesar ini. Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia.”

Saya ingin kita berfokus pada bagian yang telah saya beri penekanan pada ayat-ayat di atas. Paulus tidak hanya mengumpulkan sumbangan untuk orang-orang kudus yang miskin tetapi ia pun ingin memastikan agar tak ada seorang pun yang akan mencela dia beserta timnya “dalam hal pelayanan kasih yang mereka lakukan”. Dalam hal apa orang-orang mencela mereka? Orang-orang akan mencela apabila mereka menggunakan persembahan kasih secara tidak tepat. Apabila mereka menggunakannya untuk diri mereka sendiri. Apabila mereka mengatakan satu hal tetapi melakukan hal yang lain. Untuk menghindarkan semua ini, Paulus membawa seorang saudara yang telah dipilih oleh jemaat-jemaat untuk menyertainya dalam pelayanan kasih itu. Bila Anda mengelola pelayanan kasih bagi umat Allah, lakukanlah seperti yang Paulus lakukan: gunakanlah metode penanganan yang baik sehingga tidak ada seorang pun yang akan mencela Anda dalam hal pelayanan kasih ini. Berusahalah untuk transparan! Setransparan mungkin! Buatlah laporan terbaru secara teratur mengenai apa yang Anda lakukan dengan dana yang Anda kelola. Seberapa banyak penerimaan, ke mana disalurkannya, berapa yang tersisa? Bekerjalah bersama dengan para saksi yang dipercaya oleh orang-orang. Tidak ada yang harus disembunyikan. Kita harus terbuka dan transparan dalam pelayanan kasih. Paulus memikirkan yang baik bukan hanya di hadapan Tuhan tetapi juga di hadapan manusia. Kita pun harus melakukannya.

Anastasios Kioulachoglou