Firman Hidup

Membayar Gaji Staf Gereja – Apa yang Dikatakan dan Tidak Dikatakan oleh Firman Allah (PDF) Versi PDF



Membayar Gaji Staf Gereja – Apa yang Dikatakan dan Tidak Dikatakan oleh Firman Allah



Ini adalah pertanyaan yang sangat menarik lainnya seputar pemberian. Yang saya maksud staf di sini adalah orang-orang seperti pendeta, asisten pendeta, pendeta muda, atau mereka yang seringkali disebut “para profesional”, mereka yang menjalankan pekerjaan pelayanan utama di gereja lokal. Pertanyaan ini bahkan menjadi semakin menarik oleh karena gaji staf mungkin mengambil porsi terbesar dari seluruh pengeluaran gereja modern. Sebelum melangkah lebih jauh dalam pembahasan ini, kita perlu terlebih dahulu memahami bahwa hierarki gerejawi di gereja-gereja kontemporer pada zaman sekarang, tidak sama seperti yang kita temukan dalam Alkitab. Berdasarkan hierarki ini, di dalam jemaat biasanya terdapat seorang pendeta senior yang—baik secara implisit maupun eksplisit—menjadi semacam kepala/bos dari jemaat tersebut. Di bawahnya, terdapat beberapa profesional lain yang melaksanakan tugas sebagai pendeta muda, asisten pendeta, dll dan mereka biasanya menjadi pekerja penuh waktu di gereja yang bekerja di bawah pendeta senior. Pendeta senior sendiri mungkin berada di bawah otoritas seorang “penilik jemaat”, yang semacam bertanggung jawab atas sekelompok pendeta di wilayah tertentu. Lalu, terdapat penatua. Yang disebut penatua ini biasanya tidak termasuk dalam golongan “profesional”, atau dengan kata lain, mereka adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan “sekuler” penuh waktu dan berpartisipasi dalam pekerjaan administrasi gereja. Terakhir, semua orang percaya lainnya, yang bersama-sama dengan para penatua seringkali disebut sebagai “kaum awam”. Meskipun tidak semua gereja mengikuti pemisahan yang eksplisit seperti itu, hal seperti inilah yang sesungguhnya ada di sebagian besar gereja-gereja zaman sekarang, sekalipun mungkin hanya secara tersirat. Di Perjanjian Baru sendiri, kita tidak akan melihat adanya struktur semacam itu. Di sana, kita tidak akan menemukan pendeta, asisten pendeta, penilik dan penatua dipisahkan dalam kategori yang berbeda. Di dalam Perjanjian Baru, yang akan kita lihat dalam kepemimpinan gereja lokal adalah para penatua. Para penatua ini juga disebut sebagai gembala dan penilik. Di dalam Perjanjian Baru, penatua, gembala (pendeta), penilik adalah sebutan yang dipergunakan untuk orang-orang yang sama. Fungsi dari orang-orang ini adalah untuk menggembalakan jemaat lokal serta mengawasi para domba (kata Yunani untuk “penilik” berarti pengawas) karena mereka adalah kakak rohani atau orang-orang yang lebih dewasa dalam iman, atau orang-orang percaya yang dewasa rohani. Ada banyak ayat-ayat Alkitab yang menjelaskan tentang hal ini dan saya akan segera melakukan studi lain, yang secara khusus membahas tentang hal ini, namun berikut ini sebuah ayat yang mencakup segala sesuatu: di dalam Kisah Para Rasul 20:17, Paulus sedang berada dalam perjalanannya menuju Yerusalem, setelah melewati Efesus, di mana ia memanggil “para penatua jemaat (jamak)”. Perhatikan bahwa ada satu jemaat, yaitu jemaat di Efesus, dan ada banyak penatua. Perhatikan juga bahwa Paulus memanggil para penatua. Teks ini tidak menyatakan bahwa Paulus memanggil penatua, pendeta senior, asisten pendeta dan penilik. Hanya para penatua! Sebutannya sama, tanpa jabatan khusus yang dilekatkan pada satu pun dari mereka. Tidak ada orang yang disebut “pendeta senior”, “asisten pendeta”, dll. Mereka semua adalah para penatua. Dan terdapat banyak penatua! Mari kita melihat apa yang dikatakan Paulus kepada mereka:

Kisah Para Rasul 20:28
“Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri.

Ayat ini menjelaskan segala sesuatu. Orang-orang yang diundang ke pertemuan ini adalah para penatua di jemaat Efesus. Apa peran mereka? Peran mereka adalah sebagai PENILIK. Kata yang diterjemahkan “penilik” dalam ayat ini adalah kata Yunani “episkopos”. Kata ini juga diterjemahkan sebagai “penilik” di dalam 1 Timotius 3:2: “Karena itu penilik jemaat [episkopos] haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan…..”. Demikian juga di dalam Titus 1:7 “Sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat [episkopos] harus tidak bercacat”. Oleh karena ini, para penatua di jemaat Efesus— dan di semua jemaat Perjanjian Baru—disebut sebagai “episkopoi”, yang artinya para penilik. Dengan demikian, “Episkopoi” yang disebutkan di dalam Alkitab adalah para penatua gereja lokal. Sebagaimana Vine menjelaskan kata ini di dalam kamusnya:

“istilah “penatua”merujuk pada orang-orang yang mempunyai pemahaman dan pengalaman spiritual yang dewasa; istilah “penilik” atau “pengawas” merujuk pada karakter dari pekerjaan pelayanan yang mereka kerjakan” (Vine’s dictionary hal. 130-131).

Penilik dan penatua adalah kelompok yang sama di dalam Alkitab. Mungkin saja pada zaman sekarang keduanya dinyatakan sebagai dua kelompok orang yang berbeda namun pemisahan seperti itu bukan berasal dari Alkitab.

Kisah Para Rasul 20:28 mengajarkan lebih banyak lagi kepada kita: perhatikan bahwa para penatua itu telah ditetapkan untuk menggembalakan jemaat Allah atau menjadi seperti gembala bagi mereka, seperti yang diterjemahkan dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari. Kata “gembala” yang muncul dalam bagian ini adalah kata Yunani: poimaino yang artinya: “bertindak seperti gembala” (Vine’s dictionary, hal. 427), atau dengan kata lain “menggembalakan”. Dan makna kata “gembala” sendiri tidak selalu berarti orang yang telah lulus dari sekolah teologia dan “pendeta” di sebuah gereja. Gembala adalah seorang yang memberi makan domba-dombanya. Bukan hanya memberi makan, ia pun membimbing dan berjalan di depan mereka. Ia juga merawat domba-domba yang terluka. Kita dapat menemukan apa saja fungsi seorang gembala dari Firman Allah, tetapi seperti yang saya katakan sebelumnya, saya tidak akan membahasnya di sini karena tujuan studi ini berbeda. Saya akan menuliskan tentang hal-hal ini dalam studi saya yang lain. Yang perlu kita ingat di sini adalah: tidak ada tempat di dalam Alkitab yang membuat pemisahan seperti yang terdapat di kebanyakan gereja pada zaman sekarang. Alkitab tidak memisahkan antara gembala, pendeta, penilik jemaat, asisten pendeta dan penatua ke dalam kategori orang yang berbeda. Yang ada di dalam Alkitab adalah para penatua yang menggembalakan kawanan domba Allah, yaitu jemaat lokal, dengan menjadi penilik dari jemaat. Para penatua ini bukan orang-orang yang memiliki gelar teologi. Mereka adalah orang-orang biasa dari antara jemaat. Mereka adalah orang-orang percaya yang sudah dewasa secara rohani dan siap untuk menggembalakan serta mengawasi orang-orang percaya baru dengan tujuan utama membangun mereka di dalam Kristus. Tidak ada indikasi di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa para penatua ini meninggalkan pekerjaan sekuler mereka. Juga tidak ada indikasi di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa para penatua ini menerima gaji bulanan atau upah teratur dari jemaat lokal atas apa yang mereka lakukan. Faktanya, tidak ada satu pun jemaat Perjanjian Baru di mana para penatua yang menggembalakan atau menilik kawanan domba menjadikan pelayanan mereka di tengah jemaat sebagai mata pencaharian sehingga mereka menerima gaji yang teratur dari jemaat. Adakah bukti tentang ini? Ada, teruskanlah membaca.

Mengenai gaji staf gereja: teladan Paulus

Paulus dan timnya adalah para pekerja apostolik, yang pergi dari satu kota ke kota lain untuk memberitakan Injil dan memulai jemaat-jemaat baru. Mereka tidak pernah menetap secara permanen di satu tempat tertentu. Mereka kurang lebih selalu bergerak dan pergi memberitakan Injil. Bagi orang-orang seperti ini, yang mengenainya akan kita pelajari lebih jauh, Allah memerintahkan:

1 Korintus 9:14
“Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.

Ini bukan sebuah ayat referensi untuk para penatua, atau penduduk permanen di sebuah jemaat lokal. Ayat dari 1 Korintus 9 ini bukan merujuk kepada mereka. Ayat ini merujuk para rasul, para pekerja apostolik yang pergi dari satu kota ke kota lainnya, untuk memberitakan Injil dan memulai jemaat-jemaat baru. Dengan kata lain, mereka adalah orang-orang yang kita sebut pada zaman sekarang ini sebagai misionaris. Para pekerja apostolik ini ditetapkan untuk hidup sepenuhnya dari pemberitaan Injil. Paulus adalah salah seorang dari mereka, demikian pula Barnabas. Sebagaimana Paulus katakan dalam ayat 3-6 pada pasal yang sama

“Inilah pembelaanku terhadap mereka yang mengeritik aku. Tidakkah kami mempunyai hak untuk makan dan minum? Tidakkah kami mempunyai hak untuk membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami, seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas? Atau hanya aku dan Barnabas sajakah yang tidak mempunyai hak untuk dibebaskan dari pekerjaan tangan?”

Bila pertanyaan terakhir disusun ulang sehingga sesuai dengan pola kedua pertanyaan pertama, pertanyaan itu menjadi: “Tidakkah aku dan Barnabas mempunyai hak untuk dibebaskan dari pekerjaan tangan?” Pertanyaan ini menyiratkan bahwa pada umumnya para rasul tidak mempunyai pekerjaan sekuler. Tetapi Paulus dan Barnabas punya. Paulus dan Barnabas masih tetap melakukan pekerjaan sekuler mereka, sekalipun, seperti yang dikatakan Paulus, bahwa di dalam pelayaannya ia bertanggung jawab untuk “memelihara semua jemaat” (2 Korintus 11:28). Allah telah memberi mereka hak istimewa untuk tidak melakukan pekerjaan sekuler tetapi hidup sepenuhnya dari pemberitaan Injil. Tetapi, mereka tidak mau menggunakan hak itu. Inilah yang Paulus katakan:

1 Korintus 9:14-18
“Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu. Tetapi aku tidak pernah mempergunakan satupun dari hak-hak itu. Aku tidak menulis semuanya ini, supaya akupun diperlakukan juga demikian. Sebab aku lebih suka mati dari pada...! Sungguh, kemegahanku tidak dapat ditiadakan siapapun juga! Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.”

Paulus mempunyai hak untuk hidup dari pemberitaan Injil. Namun demikian, ia tidak mau menggunakan hak ini, meskipun seperti yang kita akan lihat nanti, terkadang ia memang menerima sumbangan sukarela yang tidak dimintanya dari orang-orang percaya. Pada saat yang sama, ia tetap bekerja. Seperti yang dikatakan dalam Kisah Para Rasul 18:1-3:

“Kemudian Paulus meninggalkan Atena, lalu pergi ke Korintus. Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka. Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka BEKERJA bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah.

Pemberitaan Injil tidak boleh dikenakan label harga. Pemberitaan Injil haruslah gratis dan Paulus ingin memastikan hal itu. Namun selain itu, ada alasan lain mengapa Paulus melakukannya. Dan ini ditunjukkan dalam 2 Tesalonika 3:6-10:

“Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami. Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu. Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, MELAINKAN KARENA KAMI MAU MENJADIKAN DIRI KAMI TELADAN BAGI KAMU, SUPAYA KAMU IKUTI. Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.”

Paulus serta timnya punya hak untuk “makan roti orang dengan percuma”. Mereka memiliki hak tersebut karena melayani sebagai pekerja apostolik, bukan sebagai penatua di sebuah jemaat lokal. Namun, mereka tidak pernah menggunakan hak itu. Sebaliknya, mereka tetap bekerja dan berjerih payah siang dan malam, seperti yang mereka katakan. Mengapa? Supaya mereka dapat menjadikan diri mereka TELADAN bagi saudara-saudara mereka. “Teladan” adalah kata kunci di sini. Teladan dalam hal apa? Bahwa mereka pun harus bekerja dan jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. Apa artinya ini bagi jemaat-jemaat yang Paulus dirikan, yaitu jemaat-jemaat Perjanjian Baru? Jika Paulus dan rekan kerjanya bekerja di tempat ke mana pun mereka pergi, dan mereka melakukan ini agar menjadi contoh atau teladan bagi orang-orang percaya lainnya, menurut Anda, mungkinkah ada penatua di tengah jemaat, yang tidak bekerja namun mendapat gaji dari jemaat? Saya rasa tidak. Sebagai tambahan, para pekerja apostolik—yakni para pendiri/penanam jemaat—diberikan hak untuk tidak melakukan pekerjaan sekuler, tetapi hak yang sama tidak dimiliki oleh para penatua.

Referensi dari Firman Allah mengenai teladan Paulus tidak berhenti sampai di sini. 1 Tesalonika 2:9 berkata kepada kita:

“Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu.”

Mereka bekerja siang dan malam agar tidak menjadi beban bagi siapa pun di antara orang percaya. Pelayanan bagi mereka bukan sebuah pekerjaan; bukan sesuatu yang menjadi sumber penghasilan mereka. Melakukan kehendak Allah adalah hidup mereka tetapi mereka tidak menjadikannya sumber mata pencaharian. Untuk memperoleh penghasilan, mereka bekerja, sama seperti orang lain, dan menjadikan diri mereka TELADAN bagi semua orang.

Kisah Para Rasul 20:33-35 juga berbicara secara spesifik mengenai hal ini. Ayat-ayat ini adalah bagian dari khotbah Paulus yang sama kepada para penatua (gembala, penilik) di jemaat Efesus. Perhatikan apa yang ia katakan kepada mereka:

“Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku. Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima."

Paulus kembali menjadikan dirinya teladan bagi mereka. Ia mengatakan kepada mereka bahwa dengan tangannya sendiri, ia telah bekerja untuk memenuhi keperluannya. Ayat ini memberikan referensi yang jelas bahwa ketika berada di Efesus, Paulus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan kebutuhan kawan-kawan seperjalanannya. Tetapi, bukan itu saja. Perhatikan apa yang selanjutnya ia katakan: “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa DENGAN BEKERJA DEMIKIAN KITA HARUS MEMBANTU ORANG-ORANG YANG LEMAH.” Paulus berbicara kepada para penatua (gembala, penilik) jemaat di Efesus. Ia berbicara kepada para pemimpin jemaat lokal. Apa yang ia katakan kepada mereka? Ia mengajarkan kepada mereka “perhatikanlah bagaimana aku hidup di tengah-tengah kamu. Aku bekerja keras untuk memenuhi kebutuhanku. LAKUKANLAH HAL YANG SAMA”. Sehingga “dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." Para pemimpin jemaat lokal dinasihatkan untuk meneladani Paulus, yakni dengan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Mereka tidak semestinya menjadi orang-orang yang menerima gaji dari jemaat. Paulus, teladan mereka, bukan orang yang menerima gaji seperti itu! Bagaimana mereka bisa seperti itu? Karena mereka lebih memilih untuk membantu dan menolong orang-orang yang lemah. Mereka lebih memilih untuk memberi daripada menerima.

Mengenai Paulus dan teladan hidupnya, berikut ini pendapat beberapa komentator dan ilmuwan ternama1:

F.F. Bruce - (The New International Commentary on the New Testament: Acts [Grand Rapids: Wm.B. Eerdmans, 1986] p.418)

“Kembali mengenai (Paulus) yang menjadikan dirinya teladan, ia pada akhirnya mengingatkan kepada mereka bahwa orang-orang yang memelihara umat Allah harus melakukannya dengan tidak memikirkan imbalan materi. Sebagaimana Samuel memanggil semua orang Israel untuk bersaksi ketika ia akan meletakkan jabatannya sebagai hakim (1 Samuel 12:3), Paulus pun memanggil semua penatua jemaat di Efesus untuk bersaksi bahwa di sepanjang waktu yang ia habiskan bersama mereka, ia tidak pernah mengingini apa pun yang bukan miliknya; ia bahkan tidak mau menggunakan haknya yaitu untuk kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh mereka yang ia layani secara rohani; Sebaliknya, dengan tangannya sendiri, ia bekerja keras untuk memenuhi keperluannya dan keperluan kawan-kawan sekerjanya: “dengan tanganku sendiri,” ia berkata (mungkin disertai gerakan tangan ketika mengatakannya), “aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku” (ayat 34). Biarlah mereka yang kepadanya Paulus berbicara melakukan yang sama seperti Paulus yakni bekerja keras sehingga mereka dapat memenuhi bukan hanya kebutuhan mereka sendiri tetapi juga kebutuhan orang-orang lain—terutama mereka yang sakit.”

Simon Kistemaker (profesor bidang Perjanjian Baru di Reformed Theological Seminary) - (New Testament Commentary: Acts [Grand Rapids: Baker Book House, 1990] pp. 737,740)

“Di dalam surat-suratnya [Paulus] mengungkapkan bahwa ia bekerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga tak seorang pun dapat mencelanya karena menggantungkan diri kepada para pendengar berita Injil untuk memenuhi kebutuhan materinya (bandingkan dengan 1 Samuel 12:3). Ia menolak untuk menjadi beban siapa pun dari antara jemaat yang ia dirikan. Dengan bekerja, ia memenuhi kebutuhan finansialnya. Paulus menerima pemberian dari orang-orang percaya di Filipi, seperti yang ia sendiri ungkapkan (Filipi 2:25; 4:16-18), namun ia tidak meminta pemberian-pemberian itu… Para penatua di Efesus memperhatikan bagaimana pelayanan Paulus serta bagaimana ia bekerja selama tiga tahun ia berada di antara mereka, dan mereka dapat bersaksi bahwa Paulus tidak pernah mengambil keuntungan dari siapa pun (2 Korintus 7:2), dan bahwa ia telah menjadikan dirinya sendiri teladan dalam hal ketekunan dan kemandirian sesuai dengan kerinduannya. Ia telah menjadi teladan bagi orang-orang percaya dan mempraktikkan peraturan: “jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2 Tesalonika 3:10)… Tampaknya penghasilan Paulus cukup memadai karena ia mampu memenuhi bukan hanya keperluannya sendiri tetapi juga keperluan kawan-kawannya… Dalam segala sesuatu, kata Paulus kepada para penatua di Efesus, telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah…. Paulus menasihati mereka untuk meneladaninya dan untuk bekerja keras.”

Roland Allen, pengarang buku klasik berjudul Missionary Methods: St. Paul's or Ours? (Grand Rapids: Wm.B. Eerdmans, 1962),

“Ketika menuliskan buku ini, saya belum mengungkapkan mengapa dalam menasihati para penatua di Efesus, St. Paulus dengan tegas meminta kepada mereka untuk mengikuti teladannya dan memenuhi kebutuhan mereka sendiri (Kisah Para Rasul 20:34-35). Hak untuk menerima sokongan selalu ditujukan bagi para rasul dan para pemberita Injil yang bepergian, dan bukan bagi pelayan Tuhan yang menetap (lihat Matius 10:10; Lukas 10:7; 1 Korintus 9:1-14) dengan pengecualian yang meragukan dari Galatia 6:6 dan 1 Timotius 5:17-18, tetapi seandainya pun ayat-ayat tersebut memang merujuk pada pemberian berbentuk uang, pastilah mereka tidak meminta sejumlah gaji tertentu, yang merupakan kekejian di mata orang-orang kristiani mula-mula (hal. 50).”

Carl B. Hoch, Jr., professor bidang Perjanjian Baru di Grand Rapids Baptist Seminary (All Things New [Grand Rapids: Baker Book House, 1995] p.240).

“Pada zaman Perjanjian Baru, para pemimpin pada umumnya tidak dibayar. Itu karena, uang lebih dianggap sebagai hadiah daripada sebagai upah atau gaji. Para pemimpin semacam Paulus berhak untuk menerima uang, namun Paulus memilih untuk tidak menerima apa pun dari jemaat-jemaat di Korintus (1 Korintus 9:8-12). Ia ingin melayani tanpa menjadi beban keuangan bagi jemaat mana pun. Jemaat-jemaat sendiri mempunyai tanggung jawab untuk “memberi upah kepada mereka yang telah berjerih lelah berkhotbah dan mengajar” (1 Timotius 5:17) dan mereka dinasihatkan untuk membagikan segala sesuatu yang ada pada mereka dengan mereka yang memberi pengajaran (Galatia 6:6). Namun, uang tidak pernah menjadi penggerak dalam pelayanan (1 Petrus 5:2). Sayangnya, gereja-gereja pada zaman sekarang tidak akan memanggil seseorang sampai mereka merasa yakin mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan beberapa orang tidak mau secara serius mempertimbangkan sebuah panggilan apabila paket gaji yang ditawarkan dianggap “kurang memadai” (All Things New [Grand Rapids: Baker Book House, 1995] p.240).”

Watchman Nee - The Normal Christian Church Life (Anaheim, CA: Living Stream Ministry, 1980)

“Para penatua tidak selalu orang-orang yang berhenti dari pekerjaan sekuler mereka dan mengabdikan diri secara khusus bagi pekerjaan yang berhubungan dengan jemaat. Para penatua adalah orang-orang lokal biasa, yang tetap melakukan pekerjaan mereka dan pada saat yang sama memikul tanggung jawab khusus di tengah jemaat. Seandainya kebutuhan dalam pelayanan lokal meningkat, mereka bisa saja mengabdikan diri mereka sepenuhnya untuk pekerjaan rohani, tetapi karakteristik seorang penatua bukanlah “pekerja kristiani penuh waktu.” Ia, sebagai saudara seiman di jemaat lokal, hanyalah seseorang yang memikul tanggung jawab di jemaat lokal tersebut (hal 62-63).”

Pendapat saya sendiri, tanpa keraguan sedikit pun, adalah tidak ada satu pun jemaat/ gereja Perjanjian Baru yang mempunyai staf yang digaji. Sungguh kebalikan dari kebanyakan gereja pada zaman sekarang! Gaji staf mencapai 50-60% dari keseluruhan pengeluaran gereja dengan tambahan sekitar 20-30% yang dipergunakan untuk biaya pembangunan—pembiayaan lain yang tidak terdapat dalam Perjanjian Baru. Kenyataan yang menyedihkan namun terjadi adalah bahwa hampir 80-90% budget gereja modern dialokasikan untuk hal-hal yang tidak dikenal oleh orang-orang kristiani abad pertama!

Menyokong para penatua: apa yang Alkitab katakan?

Setelah belajar hal-hal di atas, kita mungkin bertanya apakah Alkitab mengatakan sesuatu tentang mereka yang menghabiskan waktu untuk mengajar dan menggembalakan orang lain? Jawabannya, ya. Meskipun tidak ada pekerja yang digaji di jemaat-jemaat lokal, terdapat indikasi yang jelas di dalam Alkitab bahwa para penatua, para gembala jemaat lokal, adalah orang-orang yang menerima penghargaan dari orang-orang yang mereka layani. Sebagaimana 1 Timotius 5:17-18 katakan kepada kita:

“Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar.Bukankah Kitab Suci berkata: "Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik," dan lagi "seorang pekerja patut mendapat upahnya."

Sekali lagi, perhatikanlah bahwa ayat-ayat di atas tidak berbicara tentang seorang penatua atau seorang gembala atau seorang pendeta. Ayat-ayat itu berbicara tentang para penatua atau banyak penatua. Beban untuk menggembalakan jemaat lokal tidak pernah menjadi tugas satu orang, tetapi merupakan tanggung jawab banyak saudara yang dewasa rohani. Inilah kepemimpinan kolektif Perjanjian Baru di bawah pimpinan Tuhan Yesus Kristus yang bertolak belakang dengan kepemimpinan satu-orang yang terdapat di kebanyakan model gereja pada masa kini, yang bahkan sudah diberlakukan sejak beradab-abad lalu. Kembali ke ayat 17, yang dimaksud dengan penghormatan di sini adalah penghargaan, atau rasa hormat yang diberikan terutama kepada mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar. Yang termasuk dalam penghormatan ini bisa saja meliputi persembahan sukarela yang diberikan kepada mereka.

Bahwa penghormatan ganda di sini meliputi sumbangan sukarela—meskipun tidak selalu—terlihat jelas dari pengandaian berupa lembu pada ayat-ayat di atas, juga dari ayat berikut dari Galatia 6:6:

“Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu.”

Mereka yang menerima pengajaran, dinasihatkan untuk membagi segala sesuatu yang ada pada mereka dengan orang yang memberi pengajaran dan salah satu fungsi dari saudara yang dewasa rohani adalah mengajar (1 Timotius 3:2). Sekali lagi, ini bukan gaji. Ini adalah sebuah pemberian, sebuah dukungan yang diberikan secara sukarela. Dari pihak penatua sendiri, mengajar tidak boleh dijadikan mata pencaharian. Mereka harus melakukannya bukan untuk mendapat uang. Mereka seharusnya tetap mengajar, sekalipun tidak ada uang yang akan diberikan kepada mereka. Sebagaimana dikatakan Petrus kepada para penatua:

I Peter 5:1-2
“Aku menasihatkan para penatua di antara kamu…….Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.”

Perhatikan kembali bahwa penatua, gembala, dan penilik adalah semua istilah yang dipergunakan secara bergantian. Seperti yang kita lihat dalam ayat di atas, para penatua dinasihatkan untuk menggembalakan kawanan domba Allah. Perhatikan juga bahwa menggembalakan jemaat lokal bukanlah sebuah “pekerjaan”. Bukan sesuatu yang dilakukan orang untuk mendapatkan gaji. Menggembalakan jemaat lokal adalah sebuah anugerah, sebuah pelayanan dan kita harus selalu menganggapnya demikian. Tentu saja akan sangat sulit melihatnya demikian apabila tugas penggembalaan dibebankan hanya kepada satu orang saudara, yang biasa kita panggil “pendeta”. Tugas penggembalaan sesungguhnya terletak pada pundak banyak saudara yang telah dewasa di dalam Kristus. Mereka harus berbagi dalam tugas penggembalaan ini. Kembali ke topik pembahasan kita: dikatakan bahwa orang-orang yang memberi pengajaran adalah mereka yang menerima penghormatan, yang termasuk di dalamnya sumbangan sukarela, dari jemaat. Namun, sumbangan ini haruslah diberikan secara sukarela dan tidak diminta. Para penatua tidak boleh menggantungkan hidup mereka dari pemberian ini. Mereka harus bekerja untuk memperoleh penghasilan sama seperti orang-orang yang lain. Mereka tidak mendapatkan gaji dari jemaat. Mereka harus meneladani bapa iman mereka yakni Paulus, yang mempunyai begitu banyak tanggung jawab dalam pelayanannya, namun tetap bekerja dan memenuhi keperluannya sendiri juga keperluan kawan-kawan seperjalanannya. Ini adalah kebalikan dari zaman kita sekarang di mana pelayanan seringkali dianggap sebuah profesi yang tidak akan orang lakukan apabila tidak ada bayarannya.

Anastasios Kioulachoglou



Catatan kaki

1. Kutipan diambil dari: Darryl M. Erkel: “Should pastors be salaried?” (1997)