Firman Hidup

Ganjaran dari Tuhan (PDF) Versi PDF



Ganjaran dari Tuhan



Mungkin banyak dari antara kita telah sering mendengar Firman Allah berbicara tentang dua natur yang ada setelah kelahiran baru. Alkitab berbicara tentang kedua natur itu di banyak tempat dalam Alkitab, dengan menyebut natur yang lama sebagai manusia lama atau daging dan natur yang baru, yang diterima sewaktu kita dilahirkan kembali, dengan sebutan manusia baru atau manusia batiniah atau roh1. Sebagai tambahan, Alkitab juga menyebutkan tentang pertarungan yang tidak berkesudahan di antara keduanya. Sebagai contoh, kita membaca dalam Galatia 5:17:

Galatia 5:17
“Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki.”

Ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati (Roma 10:9), manusia lama kita tidak berhenti keberadaannya. Sebaliknya, ia mendapatkan seorang lawan, yaitu: manusia baru. Dan fakta bahwa kita sekarang telah menjadi manusia baru, seharusnya membuat manusia kita yang baru itulah yang selalu memegang kendali dalam hidup kita. Tetapi justru yang sering terjadi adalah manusia lama kitalah yang terus berkuasa atau yang memegang kendali.

1. Pikiran Kristus

Selama manusia lama kita memegang kendali, kita tidak akan dapat bermanfaat bagi Allah. Ketika Dia ingin agar kita melayani, kita justru ingin menjadi bos. Ketika kita melakukan pekerjaan dalam nama-Nya, sekalipun sampulnya “rohani”, sebenarnya KITALAH yang menjadi pemimpinnya dan pekerjaan itu adalah pekerjaan yang berasal dari diri kita sendiri. Sebaliknya, pekerjaan rohani yang sesungguhnya adalah pekerjaan-pekerjaan yang telah Allah persiapkan sebelumnya untuk kita lakukan (Efesus 2:10), di mana Dialah yang menjadi Pemimpinnya. Allah tidak meminta kita untuk melakukan hal-hal kita sendiri, atau mempersiapkan segala sesuatu dengan cara kita sendiri. Allah ingin agar kita tunduk dan berjalan sesuai dengan jalan yang telah Dia persiapkan. Sayangnya, sementara kita mungkin dapat dengan mudah memahami manifestasi kasar dari manusia lama atau daging kita, kita seringkali melewatkan bagian-bagian yang “bersampul” rohani. Namun kebenaran yang harus kita pahami adalah tidak mungkin bagi kita untuk melakukan pekerjaan rohani apa pun dengan kekuatan kita sendiri atau melakukannya dari diri kita sendiri. Sebagaimana Kristus katakan:

Yohanes 5:30
Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri”

Dan Paulus mengatakan kepada kita:

Roma 7:18
Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik.”

dan 2 Korintus 3:5
“Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.”

Juga: 1 Korintus 15:10
Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.”

dan Galatia 2:20
“namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.”

Oleh karena itu, pertanyaan yang sesungguhnya adalah: siapa yang secara aktif hidup di dalam kita? Manusia lamakah atau Kristus? Siapa yang bekerja di dalam hidup kita? Manusia lamakah atau Kristus? Siapa yang kita manisfestasikan di dalam persekutuan kita satu dengan yang lain atau dengan sesama kita? Manusia lamakah atau Kristus? Kita tidak diminta untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kelihatannya rohani, kita diminta untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang benar-benar rohani. Kita bukan diminta untuk berpura-pura menjadi manusia roh, tetapi untuk menjadi manusia roh sejati. Sebagaimana Tuhan katakan dalam Lukas 14:

Lukas 14:26-27, 33
"Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku…….Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.”

Apa yang kita anggap sebagai “milik” kita, sebagai “hak” kita? Mungkin pekerjaan kita, keluarga kita, atau hak untuk memiliki keluarga, atau kesehatan, atau hak untuk selalu sehat. Apakah memiliki keluarga sesuatu yang buruk? Apakah memiliki pekerjaan sesuatu yang buruk? Tidak. Yang buruk adalah jika kita sedemikian memegang erat “hak-hak” tersebut, sehingga kita tidak mau menyerahkannya ke dalam tangan Allah. Yang buruk adalah jika kita berjuang keras mempertahankan semua itu, dan bukannya memercayakan semuanya kepada Allah. Selama kita masih menganggap diri kita pemilik semua itu, selama semua “hak” kita belum diserahkan kepada Allah untuk Dia lakukan apa pun yang Dia mau dengan semua itu, kita tidak akan menjadi murid Kristus. “Hak” ini dan itu yang tidak terpuaskan di waktu dan cara yang kita inginkan, “janji” ini dan itu yang harus dipenuhi di saat dan cara yang kita inginkan, akan terus muncul di hadapan kita bagaikan sebuah dinding ─ sampai kita menyerahkan semuanya di hadapan takhta Allah, sampai kita melepaskan diri kita darinya dan berkata kepada-Nya, “Tuhan, lakukanlah apa pun yang Engkau mau dengan semua ini. Engkau lebih tahu dariku”. Selama kita belum mengosongkan diri kita dengan menyerahkan segala kekhawatiran kita dan segala masalah dalam hidup kita kepada Tuhan, manusia lama kita akan memiliki ruang untuk maju dan mengklaim sebuah tempat di hati kita. Sebagaimana Firman Allah katakan:

Filipi 2:5-11
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!”

Firman Allah menasihatkan agar kita memiliki pikiran Yesus Kristus. Pikiran seperti apa itu? Pikiran yang telah memimpin Dia menuju salib. Pikiran berupa penyangkalan diri dan tunduk sepenuhnya pada kehendak Allah, bahkan sekalipun kehendak Allah ini adalah kematian. Pikiran “janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang ENGKAU kehendaki” (Matius 26:39). Hanya setelah kita mengosongkan diri kita, kita akan berguna BAGI-NYA. Hanya setelah kita mengosongkan diri kita, apa yang keluar dari kita bukan lagi Tassos, John atau Jim, melainkan Kristus di dalam Tassos, John dan Jim. Jika tidak demikian, manusia baru kita memang ada di dalam kita, tetapi ia tidak akan bisa diekspresikan, karena tertawan oleh manusia lama kita yang terus memegang kendali. Kita mungkin tahu kehendak Allah tetapi ketika kita mencoba untuk melakukan kehendak Allah itu, ada sebuah dinding yang menghalangi jalan kita.

2. Ganjaran dari Tuhan

Manusia lama adalah rintangan terbesar bagi tercapainya tujuan-tujuan Allah. Kita tidak akan menjadi seperti yang Allah inginkan selama manusia lama kita memegang kendali. Allah tidak disenangkan oleh hati yang sombong, tetapi oleh hati yang remuk. Dia tidak disenangkan oleh pikiran yang sombong, tetapi oleh pikiran yang rendah hati. Ia tidak menginginkan manusia yang “sanggup”, Dia menginginkan yang TIDAK SANGGUP sehingga Dia, Allah yang sanggup, akan menjadi kekuatan mereka. Sebagaimana Dia katakan kepada Paulus:

II Korintus 12:9-10
“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.”

Dengan orang yang lemah, rendah hati dan remuk hatinyalah Allah dapat berkomunikasi. Sebagaimana Dia katakan dalam Yesaya 57:15:

Yesaya 57:15
“Sebab beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia, yang bersemayam untuk selamanya dan Yang Mahakudus nama-Nya: "Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk.”

Dan sekali lagi dalam Yehezkiel 6:9, ketika Ia berbicara kepada bangsa Israel:

Yehezkiel 6:9
“Di sana, di tengah-tengah bangsa-bangsa, ke mana mereka dibawa tertawan, orang-orang yang terluput dari antara kamu akan mengingat kepada-Ku, tatkala Aku mengembalikan hati mereka yang berzinah itu, yang sudah menjauh dari pada-Ku dan mengalihkan mata mereka, yang selalu berzinah dengan mengikuti berhala-berhala mereka; maka mereka sendiri akan merasa mual melihat kejahatan yang mereka lakukan dan melihat segala perbuatan mereka yang keji.”

Ketika manusia lama kita tinggi dan besar, ketika daging kita menjadi tidak tersentuh, sikap kita sama sekali bukan: “bukan aku melainkan Kristus”, tetapi “bukan Kristus, melainkan aku”. Bahkan pekerjaan baik yang telah Dia percayakan kepada kita menjadi alat untuk memuaskan hawa nafsu berdosa yang tersembunyi dari manusia lama kita, yaitu untuk memuaskan hawa nafsu kita akan kekuasaan, otoritas, dan status. Bukannya menyembunyikan diri kita seperti yang Kristus lakukan setelah melakukan mukjizat, kita justru berusaha agar diri kita dikenal, berdiri di tempat terdepan, ingin diakui oleh orang lain. Dengan demikian, pekerjaan itu tidak dikerjakan untuk dan dari Allah, melainkan untuk tujuan-tujuan pribadi kita. Hati kita jahat dan menentang Tuhan sekalipun kita mungkin berkata-kata dengan menggunakan istilah-istilah “Kristen”. Hati yang membatu dan keraslah yang perlu disembuhkan, yang perlu diremukkan. Dan untuk ini diperlukan tangan Allah yang bagaikan tangan seorang bapa. Sebagaimana terhadap bangsa Israel dalam perikop Yehezkiel di atas, Bapa akan mengulurkan tangan-Nya untuk meremukkan hati kita yang membatu dan menghancurkan manusia lama kita yang bertakhta di dalamnya. Setelah dihancurkan, kita akan ingat kepada Dia seperti bangsa Israel ingat kepada Allah. Ketika Dia membawa keberadaan diri kita yang sesungguhnya ke dalam terang-Nya, ketika kita mual melihat diri kita sendiri yang begitu apatis, begitu berkompromi dengan dosa, dan begitu jahat dalam cara kita berpikir, pada saat itulah kita pun akan mendekat kepada-Nya. Dalam kesakitan akibat hati kita yang diremukkan, Dia akan datang menjumpai kita, karena Dia berbicara kepada orang yang remuk hatinya. Lalu, kita akan kembali kepada-Nya dan berkata, “Tuhan, aku tidak dapat melakukan apa pun dari diriku sendiri. Aku bahkan mual melihat apa yang telah aku perbuat selama ini.”

Namun, kita harus ingat bahwa hati yang diremukkan akan selalu menimbulkan rasa sakit. Dihancurkannya manusia lama akan selalu menimbulkan kesakitan dan prosesnya pun harus melalui rasa sakit. Seperti inilah ganjaran dari Tuhan, yang sekalipun menyakitkan pada awalnya, kita tidak dapat sungguh-sungguh hidup tanpanya. Dalam Ibrani 12:4-11 kita membaca:

Ibrani 12:4-11
“Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah. Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.

Banyak dari kita menolak rasa sakit karena menganggapnya berasal dari tindakan independen si Iblis. Jadi, kita juga menolak adanya rasa sakit sebagai akibat dari ganjaran Allah kepada kita. Tetapi, jika setiap rasa sakit adalah dari Iblis, lalu, bagaimana dengan ganjaran dari Tuhan yang menimbulkan rasa sakit? Kita mengakui adanya rasa sakit yang kita timbulkan pada anak-anak kita karena kita menghajar mereka, tetapi kita menolak rasa sakit akibat ganjaran dari Tuhan yang kita alami. Inilah kebenaran yang harus kita pahami yaitu bahwa rasa sakit tidak selalu merupakan hal yang negatif. Sebuah tindakan pembedahan selalu menimbulkan rasa sakit. Pisau mengiris daging kita, luka terbentuk dan darah mengalir. Namun itu dilakukan untuk kebaikan kita, dan berkaitan dengan hati kita, pembedahan itu dilakukan oleh tangan Bapa yang lembut yang memotong kita demi untuk membuang bagian-bagian yang sakit. Tentu saja kita akan kesakitan. Tentu saja kita akan menderita. Tentu saya kita akan menangis. Namun sebagaimana dikatakan dalam Firman Allah:

Amsal 20:30
“Bilur-bilur yang berdarah membersihkan kejahatan, dan pukulan membersihkan lubuk hati.”

dan Ibrani 12:11
“Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.”

Setelah dukacita, timbullah sukacita: sukacita karena hati kita sudah sehat. Demam yang menakutkan sudah berlalu. Sikap apatis dan ketidakmampuan kita untuk mengekspresikan Kristus sudah hilang berkat pembersihan yang dilakukan oleh Tuhan. Sebagaimana Kristus yang “sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya” (Ibrani 5:8), demikian juga kita, hendaknya kita belajar taat melalui apa yang harus kita derita. Oleh karena itu, janganlah kita membenci semua hal yang kita derita dan menganggapnya sebagai pekerjaan Iblis, sebagai sesuatu yang seharusnya tidak terjadi dalam kehidupan kristiani yang normal. Ganjaran dan rasa sakit yang timbul ketika ganjaran diberikan adalah sesuatu yang normal terjadi dalam kehidupan kristiani, dan meskipun ganjaran terasa sakit pada mulanya, ganjaran itu dipergunakan oleh Bapa untuk membuat kita menjadi seperti yang DIA inginkan.

3. Paradoks Ditinggikan

Kita tidak senang membahas tentang masalah diremukkan, penderitaan, ganjaran, penganiayaan, atau kerendahhatian. Kita lebih senang HANYA membahas tentang berkat, kuasa, kemuliaan, pengetahuan, ditinggikan. Kita mencari berkat dan seringkali fokus perhatian kita tertuju pada berkat-berkat materi. Kita memiliki segala berkat rohani (Efesus 1:3), namun tampaknya kita tidak terlalu peduli akan hal itu. Kita memperhitungkan iman kita dan iman orang lain melalui berkat-berkat materi yang mereka miliki. Jika sesuatu yang buruk terjadi, kita berpikir itu terjadi karena kita tidak memiliki….iman yang kuat, atau itu hanyalah…..dosa lama yang tersembunyi, dll. Kita mungkin membaca tentang penganiayaan yang dialami oleh Paulus, tentang Stefanus yang dilempar batu, tentang eksekusi Yakobus, tetapi kita mencoba melupakannya begitu saja. Kita melewatinya dengan cepat dengan alasan “hal seperti itu tidak akan terjadi pada zaman sekarang” atau bahkan pendapat yang lebih ekstrem seperti…. “mungkin orang-orang ini tidak mau mendengar suara Allah, sehingga mereka mengalami semua itu”!!!! Kita tidak dapat membayangkan ada orang yang mau mati karena Kristus. Mungkin karena kita sendiri tidak akan pernah mau mati bagi Kristus. Bagaimana kita mau meninggalkan berkat-berkat kita? Bagaimana kita mau meninggalkan rumah kita, TV kita, ruang tamu kita yang nyaman? Injil kemakmuran tidak akan mengizinkannya. Kesejahteraan materi dan kekristenan adalah hal yang sama bagi banyak orang di antara kita. Namun, tidak demikian bagi Allah. Bagi Allah, murid Kristus adalah dia yang menyangkal segala sesuatu demi Kristus dan yang mau mengikut Tuhan ke mana pun Dia memanggilnya. Murid Kristus adalah dia yang berdiri dengan mata yang tertuju kepada Allah dan pada tangan-Nya, sambil menantikan perintah-perintah-Nya. Murid Kristus tidak berdiri di hadapan Sang Pencipta seakan-akan dia sedang berdiri di hadapan….adik bungsunya. Dia adalah Allah yang Maha Kuasa, yang harus DITAATI oleh semua manusia. Pakistan, Turki, Iran dan negara-negara lain, yang seringkali disebut sebagai negara yang “tertutup”, tidak ditutup oleh karena mereka Muslim. Kekristenan tidak dimulai ketika orang-orang sudah menjadi orang Kristen! Kekristenan bukan dimulai di tempat yang ramah, tetapi di tempat di mana penduduknya baru saja membunuh Tuhan. Kekristenan dimulai oleh para martir seperti Stefanus yang bersedia kehilangan nyawa karenanya. Jadi, apakah itu berarti kita pun harus kehilangan nyawa kita? Apakah itu berarti kita harus menjual segalanya, meninggalkan keluarga kita, dan pergi mengabarkan Injil ke Iran, misalnya? Jika Tuhan memerintahkan demikian, maka jawabannya YA. Namun, apakah Dia memerintahkan demikian atau tidak, kita harus memperhitungkan segala sesuatu sebagai milik-Nya, dan diri kita sendiri sebagai orang yang telanjang dan kosong di hadapan-Nya. Inilah pikiran Kristus yang Firman Allah ingin agar kita miliki. Ketika kita mengosongkan diri kita sendiri di hadapan-Nya, Dia akan datang dan meninggikan kita, tanpa kita melakukan apa pun dari pihak kita. Ketika kita meninggikan diri kita sendiri di hadapan Dia, Dia akan merendahkan kita. Dalam Filipi 2:8-9 kita membaca:

Filipi 2:8-9
“Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama”

dan Amsal 18:12
kerendahan hati mendahului kehormatan.”

I Petrus 5:5-6
“Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.”

Lukas 18:29-30
“Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Kerajaan Allah meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya, orang tuanya atau anak-anaknya, akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal."

Allah meninggikan, namun ini adalah hasil dari kerendahan hati. Tangisan diikuti oleh sukacita. Kesakitan diikuti oleh kesembuhan. Allah tidak akan menahan apa pun yang Dia anggap baik untuk kita (Mazmur 84:12). Jangan khawatir; jangan coba melakukannya sendiri. Diamlah dan ketahuilah bahwa Dialah Allah (Mazmur 46:10). Katakan kepada-Nya, “Tuhan, segala sesuatu adalah milik-Mu. Engkau mengetahui semuanya. Jadilah kepadaku sesuai kehendak-Mu” dan Dia akan memberikan yang terbaik dalam hidup kita; Dia memberikan apa yang menurut DIA adalah yang terbaik untuk kita.

Anastasios Kioulachoglou



Catatan kaki

1. Dalam kasus di mana kata “roh” muncul di dalam konteks bersamaan dengan kata “daging”.